Perintah Aneh Jae Kepada Para Menterinya

Penulis: Smith Alhadar
Editor: Abdurrahman Syebubakar

Bukan main terperanjatnya para pembantu Jae kemarin, 6 Mei. Dalam pembukaan sidang kabinat paripurna itu, mereka saling memandang dengan pandangan kosong. Masalahnya, Jae meminta agar kurva kasus positif corona sudah harus menurun pada bulan ini. “Dengan cara apa pun,” katanya. Saking sedihnya mendengar perintah Jae hingga mereka tertawa sendiri sambil berlinang air mata.

Masalahnya mereka tahu bahwa penanganan covid-19 yang dikomandoi Opung tidak kredibel, bertentangan dengan teori pencegahan virus menular. Apalagi mulai hari ini, 7 Mei, PSBB direlaksasi. Mudik atau pulang kampung menggunakan semua moda transportasi diperbolehkan. Maka, kita menyaksikan para pemudik berdesak-desakan di kereta dan bus. Mereka ini juga akan menyebarkan corona hingga wilayah terjauh negeri ini. Karena itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menentang kebijakan relaksasi itu. Karena orang-orang dari berbagai pelosok diizinkam masuk Jakarta lagi. Secara teotitis, ini akan melambungkan kasus korban corona di ibu kota.

Masalahnya, kebijakan relaksasi PSBB dilakukan bukan karena penyebaran corona sudah menurun — penyebaran sedang tinggi-tingginya — tapi lantaran rezim menghendaki roda ekonomi dapat berputar lebih kencang. Para pembantu Jae terheran-heran dengan perintah itu karena mereka tahu beleid penanggulangan corona yang dijalankan Opung ini tidak berbasis pengetahuan epidemologi.

Perintah untuk menurunkan kurva kasus positif corona “dengan cara apa pun” juga membuat para pembantu Jae bengong. Masalahnya, mereka tahu bahwa cara paling efektif menanggulangi corona adalah lockdown, setidaknya menjalakan PSBB secara ketat, disiplin, dan konsisten. Faktanya, Opung membuang semua prinsip ini. Kalau demikian, mengapa Jae memerintahkan menggunakan cara apa pun untuk menurunkan kurva kasus positif corona?

Cara yang masuk akal untuk menurunkan kasus positif corona saat ini adalah memberlakukan lockdown atau PSBB yang ketat. Tapi Opung ogah mengambil opsi ini karena rezim harus memberi makan pada rakyat yang kelaparan. Ini tidak boleh terjadi. Terlebih ekonomi harus berputar. Maka, dalam rapat kabinet paripurna itu, setelah mengetahui ekonomi nasional mengalami kontraksi, Jae memerintahkan semua menteri ekonominya agar fokus menghidupkan ekonomi dan penanggulangan covid-19.

Semua bansos dari pempus, pemda, dan proyek padat karya ia perintahkan untuk segera digelontorkan. Ini untuk merespons perlambatan penurunan angka pertumbuhan ekonomi yang signifikan, yang disebut Jae sebagai alarm yang harus diwaspadai. Perintah itu membingungkan dan menyinggung harga diri para pembantu Jae karena sudah sejak jauh-jauh hari mereka menggelontorkan bansos hingga tak ada lagi dana yang tersisa. Tapi perintah Jae itu seolah selama ini mereka berpangku tangan di atas tumpukan uang.

Yang juga membingungkan para pembantu yang malang itu, Jae mengatakan kontraksi ekonomi itu disebabkan krisis covid-19. Semua mitra dagang Indonesia pun mengalami kontraksi. Kalau begitu, ekonomi negara hanya akan membaik kalau dua hal berikut terpenuhi: covid-19 di dalam negeri mereda dan ekonomi negara-negara mitra dagang Indonesia pulih seperti sediakala. Realitasnya, kedua hal ini tak akan tercapai pada bulan ini sebagaimana harapan Jae.

Pokoknya, kita selalu dibikin bingung oleh jalan pikiran Jae yang cenderung berpikir sederhana bahwa segala sesuatu bisa dicapai secara instan. Pengalaman lebih dari lima tahun menjadi kepala negara tidak juga membuat Jae sadar bahwa mengelola pemerintahan tidak mudah, tidak seperti mengelola Kota Solo atau perusahaan mebel. Teori-teori tentang negara dan cara-cara pengelolaannya secara efektif dan efisien harus dikuasai dulu. Tapi bagaimana mau diketahui kalau hanya membaca komik Ko Ping Ho dan Sincan?

Melihat perintah Jae yang seperti tergesa-gesa kepada para pembantunya terkesan pada kita bahwa Jae kaget melihat buruknya kinerja penanganan ekonomi dan covid-19. Maka kita jadi bertanya: Jae selama ini ke mana aja? Tak usah melihat kesalahan ada pada para pembantunya, tapi justru mengintrospeksi diri: apa yang salah pada diri saya sehingga instruksi-instruksi saya kepada menteri-menteri tak dijalankan sesuai harapan? Sementara pertanyaan ini belum mampu dijawab Jae, seekor kodok peliharaannya menjawab: instruksi-instruksi bapak tidak sesuai akal sehat alias tidak masuk akal sehingga para menteri tidak tahu dengan teori apa instruksi-instruksi itu dapat diimplementasikan.