Tarawih Berjamaah di Masjid Terancam Pidana, Pengamat Politik: Rezim Jokowi Makin Kacau

Rezim Joko Widodo (Jokowi) makin kacau atas pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD shalat tarawih berjamaah di masjid terancam pidana di tengah pandemi virus corona baru (Covid-19).

Demikian dikatakan pengamat politik dan keagammaan M Rizal Fadillah dalam pernyataan kepada wartawan, Ahad (26/4/2020).”Mengaitkan mudik apalagi shalat tarawih dengan pidana adalah ngawur, bahkan gila,” ungkapnya.

Kata Rizal Fadillah, menggembar gemborkan khususnya shalat tarawih berjamaah di masjid bisa dihukum pidana adalah salah kaprah dan bisa menimbulkan masalah keagamaan yang tidak sederhana, bisa saja justru terjadi perlawanan masif.

“Ini masalah sensitif di mana orang berfikir hanya pengabdian pada Allah tak peduli pemerintah, apalagi Mahfud. Jika memang dinilai salah,” ungkapnya.

Baca juga:  Diminta Kelahi, Rumah Jokowi Siap Menjalankan

Rizal Fadillah mengungkapkan tiga kesalahan Mahfud MD dan pejabat yang menganggap shalat tarawih dan mudik bisa terkena pidana.

“Pertama, jika mudik dan shalat tarawih di masjid itu bisa dipidana, maka harus ada larangan yang jelas, tertulis dan eksplisit dari Pemerintah. Tidak bisa implisit atau sekedar tafsir. Ini persoalan hukum pidana. Hukum pidana memiliki elemen delik yang terinci dan jelas,” ungkapnya.

Menurut Rizal Fadillah, kesalahan kedua, kebijakan Pemerintah yang diambil hanya Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) bukan Karantina Wilayah apalagi Karantina Rumah. Karenanya keliru perlakuan berdasarkan, berpola, bergaya, atau bersanksi “lock down” (karantina wilayah atau rumah). Pemerintah jangan licik menerapkan model karantina tetapi tidak mau memfasilitasi pemenuhan hidup standar. Seret untuk rakyat, nyata boros untuk klik dan kroni.

Baca juga:  Dipastikan Reshuffle Kabinet, Nadiem Terlempar dan Erick Tergesar

“Ketiga, Pasal 214 KUHP dan 216 KUHP itu tidak relevan untuk pidana mudik atau shalat tarawih berjamaah di masjid. Pasal ini dikaitkan dengan Pasal 212 KUHP. Pada prinsipnya pasal pasal ini berkaitan dengan “kekerasan” atau “ancaman kekerasan” “melawan” pejabat. Tidak berkaitan dengan “aturan” pemerintah,” jelasnya.