Industri Tekstil Babak Belur, Pengusaha: Corona Lebih Parah dari 98


Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia babak belur digempur dampak virus Corona (COVID-19). Menurunnya permintaan kepada industri TPT menyebabkan pabrik-pabrik tekstil tak memperoleh pemasukan, namun harus menanggung beban bulanan yang besar.



Sekretaris Ekskutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan, anjloknya produksi hingga 70%, serta keputusan merumahkan dan melakukan PHK terhadap 1,89 juta tenaga kerja menggambarkan dampak Corona ini lebih parah dari krisis moneter di Indonesia pada tahun 1998.





“Saya bilang ini titik nadir, ini lebih parah dari 98. Jadi kami khawatir tidak bisa bertahan sampai habis Lebaran, yang bisa bertahan hanya sedikit sekali,” ungkap Rizal kepada detikcom, Sabtu (25/4/2020).





Rizal mengatakan, API sudah menyampaikan berbagai upaya yang dinilai dapat menyelamatkan industri TPT kepada pemerintah. Di antaranya keringanan tagihan listrik dan kredit perbankan.



“Makanya kita minta stimulus ke pemerintah, ada bantuan terkait kewajiban-kewajiban yang harus dibayarkan oleh industri,” urainya.



Rizal menjelaskan, pabrik tekstil punya kewajiban membayar tagihan dengan tarif listrik minimum. API meminta, kewajiban ini dibebaskan selama Corona.



“Kita minta pertama kita minta penghapusan rekening minimum atau beban jam menyala itu 40 jam. Nah 40 jam itu dipakai nggak dipakai kita harus bayar, biasanya itu 10% dari total tagihan. Kita minta itu dihapus, kita sudah surati PLN, surat Menteri, Menko, BUMN, bahkan ke Presiden juga sudah,” jelas dia.



Kemudian juga relaksasi kredit perbankan. “Kita minta ada relaksasi pembayaran bunga untuk industri. Kan industri punya utang ke bank, dan itu harus dibayar setiap bulan. Kita minta OJK dan BI memberi stimulus ke perbankan, sehingga perbankan bisa memberikan relaksasi ke industri untuk pembayaran bunga,” tuturnya.



Sayangnya, usulan tersebut hingga saat ini belum juga direspons pemerintah. “Stimulus yang dibutuhkan industri tekstil sudah kita sampaikan ke pemerintah, tapi sampai sekarang belum ada respons,” imbuh Rizal.



Terakhir, Rizal menilai, stimulus yang diberikan pemerintah saat ini terkait relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) tak mempan menyelamatkan industri TPT.



“Stimulus kemarin itu untuk UKM, IKM, dan PPh 21 dan 25, itu kan juga 30%. Sekarang kita mau ada PPh, lah kita nggak punya penghasilan apa yang mau dipajakin? Kita jual barang juga nggak bisa, nggak ada yang beli. Jadi stimulus itu nggak efektif untuk industri manufaktur atau tekstil,” pungkas dia.



(Fdl/detikcom)