Bencana Nasional dan Implikasinya

Oleh : Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Petualangan Covid-19 ini sungguh luar biasa dahsyatnya yang dapat mengacak-acak tatanan kehidupan dunia. Makluk super kecil yang tak bisa dilihat kasat mata tapi dapat meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan termasuk negara yang mengklaim sebagai negara super power pun dibuat tak berdaya.

Petualangan covid-19 di negeri kita pun sungguh dahsyat, hanya butuh 40 hari catatan resminya 34 provinsi di negeri ini dijelajahinya. Kehadiran covid-19 yang semula dianggap remeh dan menjadi bahan candaan dari sebagian penentu kebijakan negeri ini, kini dengan rela atau tidak rela, pemerintah terpaksa harus mengakui kedigdayaan makhluk super kecil ini dengan menetapkan covid-19 sebagai Bencana Nasional yang ditetapkan lewat Keputusan Presiden (Keppres) 12/2020, Senin (13/4/2020).

Baca juga:  Opsi Jokowi: Mundur, Dilengserkan atau People Power

Lengkaplah sudah, seluruh provinsi sudah terendus oleh covid-19 dan pemerintah pun kini sudah menetapkan status Bencana Nasional lewat kepres. Tentu dampak dan atau implikasi dari penetapan Bencana Nasional ini sangat luas termasuk di antaranya aspek sosial ekonomi dan lain sebagainya.

Risiko penetapan Bencana Nasional ini tentunya menjadi sebuah keniscayaan fokus terhadap penanganannya agar penyebaran virus yang satu ini segera bisa dihentikan untuk kita bisa dengan cepat dari krisis ini.

Jika dalam Keppres tersebut tak lupa presiden menggarisbawahi melalui pesannya kepada para gubernur, bupati, maupun walikota selaku ketua Gugus Tugas di daerah agar dalam menetapkan kebijakan di daerah masing-masing harus memperhatikan kebijakan pemerintah pusat, tentu yang harus lebih penting lagi digarisbawahi adalah jangan sampai terjadi benturan aturan yang dibuat oleh penentu kebijkan di pusat dalam hal ini para menteri.

Baca juga:  Presiden di Alam Halusinasi

Sangat disesalkan jika pesan presiden tersebut hanya ditekankan kepada para gubernur, bupati dan atau walikota, tapi di sisi lain para pembantu presiden yang notabene orang-orang terdekat presiden malah membuat kebijakan yang saling berbenturan, yang pada gilirannya membingungkan tataran pelaksanaannya di lapangan. Contohnya, tentang larangan Ojol membawa penumpang?