Dana Atasi Covid-19 Berpotensi Dikorupsi

Pandemi virus corona baru (COVID-19) di Indonesia memukul hampir seluruh sektor perekonomian. Imbasnya, rutinitas dan penghasilan warga terganggu. Kondisi ini membuat potensi terjadi lonjakan jumlah kemiskinan kian meningkat.

Meminimalisasi dampak, pemerintah mengucurkan dana senilai Rp 405,1 triliun. Ada empat sektor yang mengakomodasi tambahan anggaran, yakni kesehatan (Rp 75 triliun), jaring pengaman sosial (Rp 110 triliun), insentif perpajakan dan kredit usaha rakyat (Rp 70,1 triliun), serta program pembiayaan pemulihan ekonomi nasional (Rp 150 triliun).

Namun, menurut Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan, stimulus anggaran rentan disalahgunakan. Alhasil, pengalokasiannya harus transparan.

Misbah menyarankan pemerintah, dalam hal ini Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 bersama Kementerian Keuangan, membuat laman khusus untuk memberikan informasi mengenai penggunaan anggaran.

Penggunaan sumber anggaran juga harus dipublikasikan. “Ini agar masyarakat bisa memantau akuntabilitas penggunaan dan alokasi anggaran,” kata Misbah ketika dihubungi HARIAN NASIONAL di Jakarta, Jumat (10/4).

Misbah juga berharap seluruh lembaga pengawas keuangan negara, semisal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ikut mengawasi penggunaan anggaran. Hasilnya bisa dipublikasikan kepada masyarakat.

“Transparansi menjadi hal yang sangat penting, sebab semua sektor bantuan saat ini rentan disalahgunakan. Pemerintah perlu mendata siapa saja yang terkena dampak. Bukan hanya masyarakat miskin, kelompok rentan seperti pekerja harian, buruh, tukang ojek dan UMKM juga terdampak,” kata Misbah.

Imbas banyaknya masyarakat terdampak, Misbah menilai Basis Data Terpadu Kementerian Sosial tak lagi relevan menjadi acuan. Di sisi lain, Misbah menyarankan pemerintah untuk meningkatkan analisis kerentanan sosial, termasuk melakukan antisipasi.

Potensi penyalahgunaan anggaran juga telah dibaca KPK. Belum lama ini, komisi antirasuah menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020. Beleid ini mengatur pencegahan korupsi terkait penggunaan anggaran penanganan COVID-19.

Surat edaran tersebut ditujukan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di pusat dan daerah. KPK memberikan sejumlah petunjuk untuk memandu gugus tugas dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, koordinasi dan komunikasi dengan sejumlah kementerian dan lembaga terus diintensifkan guna mengefektifkan Surat Edaran Nomor 8.

“Sudah ada tim KPK yang ditunjuk dengan Surat Keputusan Ketua KPK untuk terlibat dalam kementerian,” kata Lili.

Belum lama ini, komisi antirasuah menggelar rapat bersama Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Bareskrim Polri. Rapat membahas pelaksanaan penggunaan anggaran penanganan COVID-19 untuk pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah.

KPK juga mendorong keterlibatan aktif Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mendampingi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Teknisnya, bisa berkoordinasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

“Dalam surat edaran disampaikan rambu-rambu pencegahan yang diharapkan dapat memberi kepastian bagi pelaksana pengadaan, bahwa sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, maka proses pengadaan barang dan jasa tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan,” kata Lili.

Tak mau ketinggalan, DPR juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Lawan COVID-19 untuk mengawasi penggunaan angaran. Satgas tersebut juga respons parlemen terkait tanggung jawab sosial.

“Kami akan bersatu dan gotong royong menghadapi pandemi COVID-19. Satgas ini akan membantu pemerintah mempercepat penanganan virus di tiap daerah,” ujar Ketua DPR Puan Maharani.

Puan mengklaim, satgas bentukan DPR tidak menggunakan anggaran lembaga. Sumbernya dari sumbangan donatur dan wakil rakyat. “Pendistribusian bantuan akan dipantau Satgas Lawan COVID-19 melalui satuan kerja Satgas Daerah Lawan COVID-19,” kata Puan.

Selain satgas, anggota Komisi III DPR Arsul Sani menjelaskan, parlemen juga memiliki Tim Pengawas Pelaksanaan Penanganan COVID-19. Tim ini bertugas mengawasi kinerja pemerintah.

“Tim ini nantinya juga mengawasi penggunaan anggaran yang dialokasikan pemerintah, sementara tim dari Satgas Lawan COVID-19 merupakan partisipasi anggota parlemen bersama elemen masyarakat sipil untuk menanggulangi wabah,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar menilai koordinasi antara kementerian dan lembaga dengan pemerintah daerah perlu ditingkatkan. Ini demi membangun sinergi dan efektivitas kinerja.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan, pola penyaluran bantuan sesuai Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan COVID-19 di Lingkungan Pemerintah Daerah.

Bantuan sosial dari pemerintah daerah, sambungnya, harus menyasar masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat. Tito meminta dibuatkan kanal pengaduan.