Stop Mudik versus Welcome TKA

Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Seiring dengan sebaran virus corona yang masih cukup masif, kini masalah mudik ke kampung halaman pun menjadi hal yang hangat dibicarakan. Dengan dalih dalam upaya pencegahan penyebaran virus, ada yang mengusulkan hanya sekadar imbauan agar tidak mudik, dan ada pula yang melarang mudik disertai sanksi yang tegas. Bahkan sebagaimana dilansir detik.com, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menyebut, mudik atau pulang kampung saat pandemi virus corona (Covid-19) hukumnya haram.

Dinilai sebegitu besarnya potensi penyebaran virus corona lewat para pemudik, sehingga baik Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di dalam maupun luar negeri pun diimbau atau dilarang mudik. Dan, Sekjen MUI pun sampai menyebutnya haram, mudik saat pandemi covid-19.

Jika terus dikampanyekan imbauan atau larangan mudik bahkan diharamkan mudik bagi WNI yang pulang kampung di negeri sendiri, lantas apa gunanya imbauan, larangan atau pengharaman mudik jika terus berdatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang dibukakan pintu lebar-lebar khususnya TKA dari China yang merupakan negara zona merah corona sekaligus sumber awal virus yang satu ini?

Sungguh ‘nista dan hina’ betapa kasat matanya diskriminasi perlakuan antara WNI versus TKA. Begitu gagah dan wibawanya aparat membubarkan kumpulan arisan para guru dan undangan walimah pernikahan, tapi tatkala menghadapi TKA pendatang aparat menyambutnya dengan penuh lemah-lembut yang tanpa disadari hilanglah wibawa diri sebuah bangsa di telapak kaki para TKA pendatang.

Pertanyaannya, sampai kapan perlakuan diskriminasi ini akan dipertontonkan? Jika WNI yang mudik ke kampung halaman di negeri sendiri saja dibatasi, logika ‘akal sehat’ mana yang bisa menerima kalau orang asing dibebaskan masuk ke negeri ini kecuali ‘logika idiot’ saja yang bisa menerimanya.