Membenturkan Pusat dengan Daerah

Oleh: Adian Radiatus

Sehari setelah presiden menyampaikan alternatif opsi Darurat Sipil untuk menghadapi wabah Coronavirus-Covid19, reaksi menolak pun bermunculan namun seperti biasa tentu ada yang setuju dan membela pernyataan tersebut.

Darurat sipil selama ini dikenal sebagai upaya penanganan terhadap potensi adanya kekacauan di masyarakat akibat timbulnya konflik politik dan sosial bahkan konflik budaya memungkinkan hal itu.

Namun selain diatur undang-undang negara, dalam keadaan memaksa luar biasa pemerintah bisa mengeluarkan maklumat darurat sipil tersebut melalui apa yang dinamakan perppu.

Terlepas dari kedua pilihan aplikasi yang ada, presiden telah memilih untuk menerapkan PPSB, Pencegahan untuk menghadapi wabah Covid-19 ini. Penerapan Darurat Sipil dianulir. Darurat kesehatan yang digunakan dengan eksekusi melalui PPSB. Jadi lupakan saja Darurat Sipil. Jangan mendorong Presiden salah langkah.

Namun meskipun pro dan kontra masih merupakan ombak besar diranah publik khususnya medsos, kiranya upaya untuk menguatkan kekompakan sebanyak mungkin mengatasi wabah ini masih memerlukan formula yang paling mendekati esensinya.

Baca juga:  Panen Raya Jokowi Hanya Pencitraan

Alih-alih menyejukan, sebuah ulasan beropini miring terasa melemahkan konsolidasi kekuatan perlawanan wabah oleh presiden dengan prolog dugaan skema SBY gadang Anies dan AHY di 2024.

Anehnya saran penyelamatan rakyat dari wabah ini dibawah komandan Menhan Prabowo dirancu sebagai tekanan kepada presiden dibalik skema SBY itu. Gak nyambung. Cenderung jadi fitnah.

Menhan Prabowo adalah sosok kepercayaan presiden untuk bantu urusan APD dan alat medik lainnya dengan pihak Tiongkok diawal hangatnya wabah ini datang. Cepat dan sigap profesionalisme Prabowo mengagumkan banyak pihak.

Dengan permulaan yang baik itu, maka saran adanya Badan Darurat Coronavirus oleh presiden selaku panglima tertinggi dengan menunjuk Menhan Prabowo selalu Komando Operasionalnya tentu bukanlah saran berekor politis praktis.

Murni sebagai semacam tim pembebasan wabah Covid-19 di tanah air Indonesia.

Baca juga:  Kecurangan, Senjata Pamungkas Kekuasaan

Keanehan kedua adalah asumsi terdongkraknya citra Gubernur Anies hanya gegara penanganannya dibawah Menhan. Sebagai super hero yang mendegradasi presiden Jokowi, pernyataan itu terasa tendensius bangun friksi diantara kedua pemimpin. Anies dalam kapasitasnya saat ini sudah menjadi the real hero di mata warga kebanyakan.

Jangan bandingkan presiden dan gubernur sesungguhnya ajakan paling mendasar untuk memulai kekuatan kebersamaan dalam memerangi wabah ini.

Narasi negatif macam-macam seputar langkah Anies Baswedan adalah tumpul dalam faktanya. Sulit upaya membenturkan Pusat dengan Daerah. Istana dengan Balaikota.

Jadi daripada melintir dengan opini merendah kan satu pihak terhadap pihak lainnya yang notabene sama-sama berjuang untuk musuh yang sama, maka sebaiknya berilah ruang kedewasaan dimata publik pembaca…