Guru Besar di Australia: Program Men-China-kan Islam di RRC Mirip Gagasan “Islam Nusantara” NU

Program men-China-kan Islam di RRC juga menggunakan wacana mengurangi “Arabisasi” atau menangkal “radikalisasi”. Mirip dengan gagasan “Islam Nusantara” dari NU.

Demikian dikatakan Guru Besar di School of Culture, History and Language, The Australian National University, Australia Ariel Heryanto di akun Twitter-nya @ariel_heryanto.

Menurut Ariel kesamaan RRC dan NU dalam mengatasi radikalisasi menyebabkan ormas Islam terbesar di Indonesia itu mudah menerima propaganda negeri Tirai Bambu.

“Maka, bisa dimaklumi jika organisasi arus utama di Indonesia, khususnya NU, mudah menerima propaganda RRC,” ungkapnya.

Kata Ariel, kasus Xinjiang [di RRC] lebih ke masalah wilayah, sedang Uighur kasus lebih berpusat pada masalah etnis. Banyak dari kaum separatis Uighur yang nasionalis ketimbang berkiblat Islamis. Namun derita orang2 Uighur lebih sering dibahas dengan lensa “Islami”.

“Bisa dimaklumi, karena orang2 Uighur mengandalkan “solidaritas Muslim” untuk mendapatkan dukungan internasional, khususnya dari negara-negara dengan penduduk mayoritas beragama Muslim,” ungkapnya

Menurut Ariel, kejadian di Xinjiang tidak bisa dilepskan dari apa yang saat ini terjadi di Hong Kong.

“Sampai-sampai sebagian demonstran Hong Kong mengatakan mereka tak ingin Hong Kong menjadi “Xinjiang yang berikut”; seperti halnya banyak orang Taiwan mengatakan mereka tidak ingin Taiwan jadi seperti Hong Kong). Xinjiang di RRC mirip dengan Papua di Indonesia,” ungkapnya.

Kata Ariel, kaum nasionalis Indonesia memilih bungkam soal Xinjiang, karena mereka menanggung beban Papua.

“Upaya pemerintah RRC untuk men-Cina-kan kelompok minoritas mengingatkan saya pada kebijakan “pembauran” rezim Orde Baru di Indonesia terhadap warga Tionghoa,” pungkasnya.