Ini Dia Alasan Panglima TNI Hadi Tjahjanto Harus Diganti

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertanggungjawab untuk mengembalikan pamor atau kepercayaan rakyat kepada institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang runtuh di era kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto.

“Selama ini berkembangnya persepsi di publik, yang menganggap bahwa Panglima TNI Jenderal Hadi semata sebagai Wakil Kepala Polri yang dijabat Jenderal Tito. Persepsi seperti ini sangat melecehkan dan merugikan institusi TNI,” kata Kepala Pusat Pengkajian Nusantara-Pasifik (PPNP) Haris Rusly Moti kepada suaranasional, Kamis (14/11/2019).

Kata Haris, persepsi seperti itu berkembang lantaran masalah kapasitas kepemimpinan dan intelektual di dalam diri Jenderal Hadi.

“Persepsi negatif kepada Jenderal Hadi Tjahjanto tersebut berimbas langsung menjadi persepsi negatif kepada institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Survey opini publik yang dilakukan oleh LSI Denny JA membuktikan menurunnya persepsi positif tersebut,” ungkapnya.

Baca juga:  Forum Badja: Jalan di Tanah Abang Dijadikan PKL, Anies Gagal Kelola Jakarta

Kata Haris masalah Hadi Tjahjanto bukan masalah antara matra di dalam tubuh TNI. Setiap matra pasti memiliki perwira terbaik yang mempunyai kapasitas untuk memimpin TNI.

“Masalah Hadi Tjahjanto adalah masalah kapasitasnya, baik kapasitas leadership maupun kapasitas intelektual yang tidak kompatibel dengan tantangan zaman,” jelasnya.

Haris mencontohkan ketidakmampuan kPanglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto menanggapi teror berdarah di Polres Medan, di sebuah acara di Bogor, 13 November 2019. “Diantara ancaman revolusi industri 4.0 adalah peristiwa yang terjadi dalam tempo yang singkat, kita tak membayangkan tiba-tiba terjadi, ‘Bang!’ bom, di Medan terjadi bom bunuh diri,” ujar Jenderal Hadi.

Haris mengatakan, Jenderal Hadi mungkin perlu membuka buka kembali google untuk melihat ciri ciri serangan teror yang dilakukan oleh terorisme dari berbagai generasi.

“Pada dasarnya hampir seluruh kejadian teror, baik teroris generasi 3.0 maupun teroris generasi 4.0, selalu dilakukan dengan effek kejut, cepat, singkat dan tidak dapat diduga sebelumnya, baik waktu, sasaran maupun pelakunya. Jadi, kejadian bom Medan bukanlah ciri dari ancaman revolusi 4.0,” jelasnya.

Baca juga:  Anis Minta Kasus Rempang Segera Diselesaikan

Perhatikan teror 911 yang meruntuhkan gedung WTC di Amerika, semuanya berlangsung sangat eskalatif, sangat cepat tak dapat diprediksi sebelumnya. Demikian juga teror bom di dalam negeri, di Bali, Kedubes Australia hingga teror bom Marriot. Semua peristiwa teror yang sangat eskalatif itu terjadi sebelum berlangsung revolusi 4.0.

“Jangan kemudian kita mengkambinghitamkan revolusi 4.0 untuk menutupi ketidakmampuan dan kegagalan kita sebagai pemimimpin negara dalam melindungi segenap tumpah darah Indonesia yang diamanatkan di dalam Pembukaan UUD 1945,” pungkasnya.