Suta: Pelantikan Jokowi Berpotensi Melanggar Hukum

Seperti sudah diketahui dalam putusan 01/PHPU.PRES/XVII/2019 tanggal 27 Juni 2019 berdasarkan sengketa antara TERGUGAT I dengan Paslon nomor 2 telah diputuskan di Mahkamah Konstitusi.

Yang menjadi objek sengketa adalah Nomor 987/PL.01.8-KPT/06/KPU/V/2019 di mana Mahkmah Konstitusi tidak melakukan pemeriksaan perkara secara menyeluruh dengan mengabaikan ketentuan dari Konstitusi Pasal 6A ayat 3 huruf (ii) UUD 1945 sebagaimana cukup jelas mengenai perolehan suara Paslon 01 Ir H Joko Widodo – Prof Dr HC KH Ma’ruf Amin dan Paslon 02 H. Prabowo Subianto – H. Sandiaga Salahudin Uno tidak terpenuhi minimum 20%

Seluruh pertimbangan Mahkamah dalam putusan nomor 01/PHPU.PRES/XVII/2019 tidak pernah menyebutkan ketentuan sebagaimana putusan Nomor 50/PUU-XII/2014.

Sehingga dengan demikian seharusnya menjadi kewajibannya memeriksa suara Ir H Joko Widodo dan Prof Dr HC KH Ma’ruf Amin tidak memenuhi sebagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi memeriksa suara para pasangan.

Kita tahu bahwa SITUNG tidak dipergunakan sebagai menentukan jumlah suara sementara, padahal SITUNG telah dibiayai miliaran rupiah oleh negara dan memiliki dasar hukumnya.

Dengan adanya perbendaan suara pada SITUNG dengan yang disebutkan oleh TERGUGAT I dalam Surat Keputusan 987/PL.01.8-KPT/06/KPU/V/2019 seharusnya pula menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi agar kepentingan PENGGUGAT terwakili.

Kuasa hukum penggugat menilai bahwa TERGUGAT I “Menetapkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 Nomor Urut 01.

Ir H Joko Widodo dan Prof Dr HC KH Ma’ruf Amin dengan perolehan suara sebanyak 85.607.362 suara atau 55,50% dari total suara sah nasional sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Periode Tahun 2019 pada hari Minggu sore tanggal 30 Juni 2019 dengan Keputusan KPU RI Nomor 1185/PL.01.9_KPT/06/KPU/VI/2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.

Setelah menimbang, mengingat, dan memperhatikan keputusan KPU, putusan MK, dan Berita Acara Nomor 152/PL.01.9-BA/06/KPU/VI/2019 tanggal 30 Juni 2019 tentang Penetapan Pasangan CALON Presinden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu 2019.

Pembacaan keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih. Serta penyerahan Keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dari Ketua KPU, maka kami berpikir telah terjadi perbuatan melawan hukum, ” Kata Suta Widhya SH, salah seorang anggota Tim Kuasa Hukum dari 9 orang anggota kelas dalam gugatan Class Action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/10) pagi.

Kuasa Hukum Suta menilai PELANTIKAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN hasil penetapan tanggal 30 Juni 2019 Keputusan KPU RI Nomor 1185/PL.01.9_KPT/06/KPU/VI/2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 oleh TERGUGAT I yang juga menetapkan Pelantikan oleh TERGUGAT II pada tanggal 20 Oktober 2019 adalah tidak sah karena telah terjadi perbuatan melawan hukum.

Menurutnya TERGUGAT II menjadi Pimpinan MPR RI yang sebelumnya didahului lebih dahulu terpilih sebagai Anggota DPR/ DPD dan selanjutnya dikeluarkan penetapan oleh TERGUGAT I.

Adanya pemberitaan di media TV/ Cetak/ Online/ Media sosial maka secara patut diketahui kegiatan TERGUGAT II yang telah menetapkan tanggal 20 Oktober 2019 jam 14.00 hari Minggu guna melakukan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terhadap Ir H Joko Widodo dan Prof Dr HC KH Ma’ruf Amin sebagai dasar gugatan para penggugat.

Para penggugat Hj. Nurdiati Akma, Hj. Hetty Junaedi, Arfah Yuri, Wasti B. Namad SE., Marlina, Ulfah Leyros, Dra. Dewi Sumyati, Reni Asmara SPd., Sartiah.

Kuasa Hukum penggugat adalah Fitrijansjah Toisutta SH, Nikson Siahaan SH, Abdul Gani Marasabessy SH, Julianta Sembiring SH dan Suta Widhya SH.

“Jadi jelas, undangan Pelantikan oleh TERGUGAT II maka menurut PENGGUGAT telah mengabaikan UUD 1945 yang menjadi hak konstitusi seluruh Warga Negara in casu PENGGUGAT sebagaimana secara patut isi kontitusi Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 yang dilanggar dan diabaikan oleh TERGUGAT II adalah Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilih,” pungkas Suta.