Ketum FPI Diperiksa Kasus Makar, Upaya Pengalihan Isu Revisi UU KPK

Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) KH Ahmad Sobri Lubis diperiksa kasus makar sebagai pengalihan isu revisi UU KPK.

“Pemanggilan KH Sobri Lubis upaya pengalihan isu revisi UU KPK yang sedang disorot seluruh rakyat Indonesia,” kata pengamat politik Achsin Ibnu Maksum kepada suaranasional, Rabu (11/9/2019).

Menurut Achsin, isu makar KH Sobri Lubis akan memenuhi media massa. “Dan buzzer penguasa akan memberitakan terus di media sosial sehingga berita revisi UU KPK tertutupi,” ungkapnya.

Kata Achsin, media mainstream sangat senang jika ada anggota FPI dan umat Islam demo mendukung KH Sobri Lubis dengan framing sangat buruk. “Apalagi KH Sobri Lubis dijadikan tersangka, pemberitaan terus menerus,” jelas Achsin.

Baca juga:  Politikus PDIP Ini Tantang KPK untuk Tangkap Dirinya

Achsin mengatakan, pemanggilan KH Sobri Lubis untuk memunculkan kembali isu Islam radikal dan khilafah yang sudah tertutupi revisi UU KPK.

“Ada yang mengaitkan revisi undang-undang KPK ditunggangi kelompok radikal, ada kelompok radikal di KPK. Namun isu-isu tidak ditanggapi publik,” papar Achsin.

Sebelumnya KH Sobri Lubis dipanggil penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk diperiksa dalam kasus dugaan makar pada Rabu (11/9). Sobri dipanggil polisi atas laporan Supriyanto ke Bareskrim Polri pada 19 April 2019.

Adapun perkara tersebut disebutkan terjadi di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 17 April 2019.

Baca juga:  KPU Tetap Gunakan Kotak Kardus di Pemilu 2024, Don Adam: Pakai Kantong Kresek Saja Bos

Perkara yang diadukan mengenai dugaan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar dan/atau menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat dan/atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP jo Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.