Mujtahid Hashem: Lawan Politisasi Ibadah Haji

Tidak ada ada seorang atau satu bangsa pun yang boleh mengklaim memiliki kabah. Bukan milik Kerajaan Saud atau siapapun. Sebenarnya bila tanpa pembatasan, bisa dimuat oleh 20 juta orang untuk melakukan ibadah sesuai rukun Islam ke-5 mengumpulkan kekuatan global dunia.

Press Conference and public dialogue “Indonesian Monitoring for Hajj Policy of The Saudi Kingdom” diadakan Al Haramain Watch, Kamis (8/8) siang di Rumah Kedaulatan Rakyat, Jalan Guntur 49, Jakarta.

Narasumber pertama Mujtahid Hashem dari Red White Holy Guard mengatakan bahwa warisan situs Rosul milik umat Islam dikuasai oleh kerajaan dinasti Saud.

Baca juga:  Sebut Ganjar Presiden dan Jokowi Bisa Diapain, PPJNA 98: Pernyataan Guntur Soekarnoputra Memecah Belah Bangsa

“Melarang dan membatasi ibadah haji sama saja dengan Politik pembatasan umat Islam melanggar syariat Islam. Pemerintahan Qatar diblokade Arab Saudi sehingga tidak bisa ibadah haji.” Kata Mujtahid Hashem dari Red-White Holy Guards.

Menurut Mujtahid lebih lanjut saat ini Kingdom Saudi dianggap mempolitisasi ibadah haji.

Makah bukan milik Kerajaan Saud karena itu adalah sebuah kekeliruan bila mereka punya otoritas spritual umat Islam. Untuk ia berharap Ulama Indonesia harus menghimbau pengaturan haji dibenahi lebih baik.

“Rumah yang dibangun demi kemanusiaan oleh manusia adalah kabah, sesuai perintah Allah kepada seluruh manusia. Persatuan kemanusiaan harus dibangun bersamaan,” kata Agus Abu Bakar Arsal.

Baca juga:  Aktivis Tionghoa Suarakan Ganti Presiden 2019

Sebagai tempat kebangkitan kemanusiaan. Tidak boleh ada perang selama 4 bulan yang dilarang (yang diharamkan). Kabah sering dijadikan alasan perang. OKI kini sekarang dijadikan kepentingan politik.

“Belanda konon lebih suka melarang umat Islam untuk pergi haji dibanding membunuhnya, mengapa begitu? Karena dengan pergi haji akan terjadi konsolidasi umat Islam.Bukankah perlawanan rakyat terjadi karena timbulnya kesadaran sosial kemanusiaan setelah menuaikan Rukun Islam ke-5?” pungkas Agus Abu Bakar.