Soal Temuan Ratusan Juta Rupiah di Ruang Kerjanya, Menag Mohon Maaf

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin enggan mengomentari soal penyitaan uang ratusan juta rupiah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat melakukan penggeledahan di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu. Dia berdalih, secara etika, tidak pantas baginya menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan materi perkara yang sedang diproses aparat hukum.

Lukman juga mengatakan, dia harus menghormati institusi negara, dalam hal ini KPK. Sebab, lembaga antirasuah itulah yang lebih layak memberikan pernyataan resmi terkait perkara tersebut.

“Jadi mohon maaf kepada para media. Saya belum bisa saat ini untuk menyampaikan segala sesuatu yang terkait dengan hal ini,” kata Lukman usai menghadiri acara Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP di Cisarua Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/3/2019).

Baca juga:  Nasi Bungkus yang Membawa Semangat

Dia berjanji, pada saatnya nanti setelah memberikan keterangan resmi kepada KPK, akan langsung memberikan keterangan yang sama kepada para wartawan. “Setelah saya menyampaikan secara resmi kepada KPK, baru saya menyampaikan kepada media,” katanya.

KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus suap pengisian jabatan di Kemenag. Ketiga tersangka itu adalah anggota DPR yang juga mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi, dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin.

KPK menduga Romy bersama-sama dengan pihak lain di Kemenag menerima suap untuk memengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi (JPT) di kementerian yang dikepalai oleh Lukman Hakim Saifuddin itu.

Baca juga:  Kiai NU dan Dosen di Universitas Saudi Arabia Ini Akui Tidak AntiKomunis

Sebagai penerima suap, Romy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara, sebagai pemberi suap, Muafaq dan Haris disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.[inews.id]