Warga Resah Keberadaan RPTRA Green Bisma di Tengah Komplek Tertutup

Keamanan dan kenyamanan warga RW 09 Komplek Bisma, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, akhir-akhir ini semakin terusik.

Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Green Bisma yang berada di tengah komplek menyebabkan kawasan yang sebelumnya tertutup menjadi sangat terbuka untuk umum.

Seorang warga Komplek Bisma, Feriana mengatakan orang yang bebas keluar masuk komplek mengaku ingin bermain di RPTRA. Menurut dia warga merasa terganggu karena orang luar yang datang justru bikin suasana tidak kondusif.

“Warga justru resah dan juga bingung karena keamanan lingkungan tidak bisa dijamin. Beberapa kali ada rombongan naik metro mini datang ke RPTRA, sopirnya putar musik keras-keras, berisik dan sangat menggangu. Kabarnya Hansip pernah melarang masuk, tapi justru Hansipnya yang kemudian dipanggil Pak Lurah,” ujar Feriana, Sabtu (26/1).

RPTRA Green Bisma berdiri di atas lahan seluas 2.725 M2 di Jalan Bisma 19 Blok C14. Keberadaannya di tengah komplek tertutup terkesan dipaksakan karena Pemda kesulitan mencari lahan yang pas untuk memenuhi target saat itu.

Baca juga:  Petani Harus Manfaatkan Musim Hujan

Keresahan Feriana semakin bertambah seiring dengan berhembusnya desas-desus rencana pembangunan SMP di atas lahan seluas 4.203 M2 yang berada di Jalan Bisma 20 Blok C11, tidak jauh dari lokasi RPTRA Green Bisma.

Belum lama ini, kata dia, muncul papan yang bertuliskan ‘Tanah Milik Pemprov DKI’ kemudian mendadak terdengar akan dibangun SMP atas lahan tersebut.

“Warga bingung karena akses jalan komplek yang tidak memadai dengan lebar sekitar 2,5 -sampai 3 meter saja. Selain itu, apakah SMP ini benar-benar dibutuhkan? Warga sudah heboh tuh,” tuturnya.

Feriana berharap Pemprov DKI Jakarta dan jajarannya mengkaji ulang pemanfaatan RPTRA Green Bisma untuk umum dan desas-desus rencana pembangunan SMP di wilayahnya.

Menurut dia Pergub Nomor 40 Tahun 2016 salah satunya syarat pembangunan lahan seperti RPTRA harus mempertimbangkan kenyamanan dan keamanan lingkungan sekitar.

“Apakah ketentuan ini kemudian diabaikan demi realisasi anggaran dan capaian target? Siapa tahu kan,” ucap Feriana.

Dalam pengakuannya, Feriana merasa enggan memprotes atau menyampaikan aspirasinya kepada Ketua RT, Ketua RW maupun Lurah Papanggo. Alasannya, ia takut jika akhirnya digugat ke pengadilan atau dipolisikan seperti oknum warga lainnya.

Baca juga:  Launching Program Kawal Desa Melalui Pengawasan

“Bukan nggak mau (protes,-red), tapi jujur aja ada rasa takut sih. Soalnya pernah ada warga sini juga yang nuntut transparansi pengelolaan kas RW, tapi malah digugat ke pengadilan dan dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik kalau gak salah. Saya dengar-dengar sih begitu, di media juga ada tuh kasusnya,” kata Feriana.

Sementara itu, Hasan Sunardi yang merupakan Ketua RW 09 saat dihubungi melalui sambungan telepon mengaku sedang berada di luar kota. Namun, saat dihampiri ke kediamannya, seorang pria bernama Kholiq mengatakan bahwa Hasan Sunardi sedang tidak bisa diganggu.

“Saya karyawannya. Pak RW ada kok, lagi istirahat. Kata siapa lagi ke luar kota? Cuma beliau nggak bisa diganggu, saya juga nggak berani,” ujarnya.

Keterangan foto : Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Green Bisma di Jalan Bisma 19 Blok C14, RW 09, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (26/1).