RUU Pesantren dan Pendidikan Agama Dinilai tidak Jelas dan Perlu Banyak Revisi

Praktisi hukum Rinto Wardana mengatakan ada upaya mengatur dan menyamakan satu persepsi terhadap berbagai agama dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Agama. Saat ini RUU tersebut sudah masuk Prolegnas sementara beberapa pihak diketahui telah memperlihatkan keberatan terhadap RUU ini.

Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) PP Muhammadiyah telah menyuarakan adanya pemisahan RUU Pendidikan Keagamaan dan Pesantren. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) turut mengkritik beberapa pasal mengenai pendidikan agama Kristen yang dinilai tidak tepat.

“Jangan samakan satu agama dengan agama lainnya. RUU ini sangat tidak jelas dan kami tolak,” kata Rinto dalam diskusi yang digelar Presidium Rakyat Menggugat (PRM) di Jakarta, Rabu (14/11) malam.

Rinto menyontohkan salah satu ketidakpuasan RUU ini di pasal 69 ayat 3. Disebutkan harus ada minimal 15 pengajar jika ingin menggelar sekolah Minggu sesuai ajaran agama Kristen serta mendapat izin dari Kanwil Kementerian Agama tingkat kabupaten.

Kemudian Rinto juga menyoroti aspek di dalam RUU yang mensyaratkan bahwa ada hal yang dibolehkan dan ada hal yang dilarang serta ada sanksi yang diterapkan. Menurut dia janggal karena aspek sanksi di dalam RUU ini tidak jelas dan tidak tegas.

“Kami sudah surati DPR dan beberapa fraksi untuk mengadakan RDP. Kami akan sampaikan bahwa RUU ini dibuat sesuai pemahaman pembuatnya,” tegas Rianto.

Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Bondan Wicaksono, menilai banyak revisi yang bisa dilakukan terhadap RUU ini. Menurut dia, Kementerian Agama paling bertanggung jawab dalam mendalami dan mempelajari RUU yang merupakan inisiatif DPR tersebut.

“Isinya tidak sesuai dengan pemikiran kami karena banyak yang ambigu. Inilah yang mendorong kami perlu revisi dan penolakan,” kata Bondan.

Bulan lalu Pimpinan DPR memutuskan RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai salah satu RUU usul inisiatif dari DPR. Keputusan tersebut ditetapkan dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2018-2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 16 Oktober.

Salah satu poin penting dalam UU tersebut adalah alokasi anggaran pendidikan bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya. Sepuluh fraksi di DPR menyatakan setuju untuk menjadikan RUU ini sebagai usul inisiatif DPR.