Perokok Lebih Banyak dari Konsumen Daging Ayam

Oleh: Farid Dimyati, S.Pt

Persoalan pangan merupakan hal yang selalu penting untuk dibahas. Pangan yang merupakan kebutuhan paling utama dalam piramida kebutuhan hidup manusia, menjadi pengetahuan penting yang harus dipahami oleh setiap keluarga terutama bagi semua orang tua. Orang tua sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap asupan pangan, sudah selayaknya dapat memberikan gizi yang terbaik untuk keluarga.

Berbicara mengenai gizi, beberapa komoditas seperti daging dan telur ayam merupakan bahan pangan berprotein yang sejauh ini harganya paling terjangkau oleh masyarakat. Sampai saat ini, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS Nasional) sepanjang bulan Agustus 2018 mencatatkan harga untuk daging ayam ras (broiler) segar di tingkat konsumen berfluktuasi antara 35-39 ribu rupiah per kilogram.

Sedangkan untuk telur ayam ras antara 25-26 ribu rupiah per kilogramnya. Harga tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan komoditas pangan hewani lain seperti daging sapi yang berkisar antara 110-119 ribu rupiah per kilogram.

Baca juga:  Kemenag Minta Maaf Pejabat Muslim Jadi Plt Dirjen Katolik

Namun, apakah belanja rumah tangga terhadap pangan hewani sudah cukup baik? Dari informasi yang ada, pengeluaran rumah tangga penduduk Indonesia untuk rokok dan pulsa justru yang terbilang tinggi. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada bulan Maret 2017, menyebutkan bahwa setiap bulan rata-rata penduduk Indonesia menghabiskan uangnya untuk membeli rokok sebesar Rp 66.308 dan pulsa (termasuk internet) sebesar Rp 24.428.

Sedangkan untuk membeli daging ayam hanya Rp 15.795 dan untuk telur ayam sebesar Rp 11.804. Versi lain mengungkapkan pengeluaran untuk membeli daging ayam sebesar Rp 36.458. Hal tersebut berdasarkan perhitungan antara tingkat konsumsi daging ayam yang mencapai 12,5 kilogram/kapita/tahun dikalikan dengan harga komoditas sebesar Rp 35.000/kilogram.

Melihat angka-angka yang telah dipaparkan, penulis menilai bahwa rendahnya tingkat konsumsi pangan asal hewani seperti daging ayam maupun telur bukan karena masyarakat Indonesia tidak memiliki uang, namun pembagian pos anggarannya yang masih belum tertata dengan baik. Penulis mencoba menganalisa, jika pos anggaran belanja untuk rokok dapat dikurangi sebesar Rp 1.500 (satu batang rokok) saja setiap bulannya kemudian dialihkan untuk menambah porsi belanja daging ayam, maka akan terjadi kenaikan konsumsi daging ayam sebanyak setengah kilogram setiap tahunnya.

Baca juga:  Semangat Gusjigang, UKM Kudus Siap Go Digital

Bisa dibayangkan, setengah kilogram saja jika dikalikan jumlah penduduk Indonesia yang sebanyak 260 juta, maka akan membutuhkan daging ayam sebanyak 130 ribu ton setiap tahun.

Dari angka tersebut nilai penjualan ditaksir bisa mencapai 4,5 triliun rupiah per tahunnya. Angka yang sangat besar dan dapat menumbuhkan sektor perunggasan ke depannya.