Pihak Istana menilai hasil investigasi Indonesialeaks tidak sesuai dengan terori jurnalistik.
Demikian dikatakan Staf ahli di Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Muradi kepada wartawan, Selasa (16/10).
Menurut Muradi jika mengacu teori jurnalistik, maka tidak boleh langsung menunjuk hidung dan sebut nama tanpa ada konfirmasi.
“Tidak ada kata-kata diduga menerima atau sebagainya,” ungkapnya.
Menurut Muradi, penelusuran Indonesialeaks tidak bisa dijadikan pijakan sebuah laporan jurnalistik. Terlebih hasil penelusuran mendahului proses pengadilan dengan menebar opini dan menyebut orang bersalah dalam kasus tersebut.
Ditambah juga Indonesialeaks sangat tendensius sehingga dipastikan dimanfaatkan atau digunakan untuk kepentingan politik pihak tertentu.
Proses investigasi memang tidak masalah dan bisa dikatakan sesuai jurnalistik yakni bagaimana mencari sumber berita. Tapi pemanfaatan dari hasil investigasi itu yang bisa dikaitkan dengan politik,” jelasnya.
Muradi mengatakan, dalam kasus dugaan penyobekan barang bukti, Polri juga sudah memberikan hak jawab dengan menyatakan tidak ada penyobekan barang bukti.
Ketua KPK Agus Rahardjo juga menyatakan berdasarkan dari pemeriksaan rekaman closed circuit television (CCTV) tidak menemukan adanya perobekan seperti yang diungkap Indonesialeaks. Oleh karena itu IndonesiaLeaks harus menjelaskan secara transparan atas temuannya tersebut.
“Saya melihat ada upaya character assassination (pembunuhan karakter) dalam temuan Indonesialeaks karena dilakukan tanpa konfirmasi,” pungkasnya.