Hati-Hati, Facebook Lakukan Penipuan

Dewan Konsumen Norwegia menemukan, pembaruan privasi Facebook dan Google bentrok dengan Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) yang baru. Aturan itu memaksa perusahaan mengklarifikasi pilihan apa yang dimiliki pengguna ketika berbagi informasi pribadi.

Facebook dan Google mendorong pengguna berbagi informasi pribadi dengan menawarkan opsi khusus dan terbatas. Namun, Undang-Undang Perlindungan Data Uni Eropa yang baru cenderung memberikan pengguna lebih banyak kontrol dan pilihan.

“Perusahaan-perusahaan ini memanipulasi kami untuk berbagi informasi tentang diri kami sendiri. Ini bertentangan dengan harapan konsumen dan niat dari aturan baru,” kata Dewan Direktur Layanan Digital Finn Myrstad dalam laporan berjudul “Ditipu oleh Desain.”

Myrsyad mengatakan, praktik tersebut menunjukkan, kurangnya rasa hormat untuk pengguna mereka dan mengelabui gagasan memberikan kontrol konsumen atas data pribadi mereka.

Baca juga:  Asyik, WhatsApp Kini Gratis Selamanya

Kasus undang-undang baru telah didorong oleh skandal baru-baru ini atas pengambilan data pengguna, khususnya Facebook oleh konsultan Inggris Cambridge Analytica untuk pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada 2016.

Informasi untuk laporan dikumpulkan sejak pertengahan April hingga awal Juni, beberapa pekan setelah aturan Uni Eropa mulai berlaku. Laporan itu mengungkapkan, Facebook dan Google sering mengatur opsi yang paling tidak ramah privasi sebagai bawaan pabrik (default).

Pengguna jarang mengubah pengaturan yang telah dipilih. “Pilihan yang ramah privasi memerlukan lebih banyak klik dan sering disembunyikan,” ujarnya.

Dalam banyak kasus, layanan itu mengaburkan fakta bahwa pengguna memiliki sangat sedikit pilihan sebenarnya. Berbagi data komprehensif diterima hanya dengan menggunakan layanan,” kata studi itu.

Baca juga:  Kini Gadai Barang Bisa Lewat Online di Pegadaian, #dirumahaja

Uni Eropa telah menagih GDPR sebagai perombakan terbesar dan peraturan privasi data sejak kelahiran web. Raksasa media sosial dan Google secara terpisah sudah menghadapi keluhan resmi pertama mereka di bawah undang-undang baru setelah juru privasi Austria menuduh mereka memaksa pengguna untuk memberikan persetujuan untuk menggunakan informasi pribadi.

Perusahaan dapat didenda hingga 20 juta euro (US$ 24 juta atau sekitar Rp 336 miliar) atau empat persen dari omzet global tahunan karena melanggar aturan data baru yang ketat untuk Uni Eropa, pasar bagi 500 juta orang