MUI Pusat: Bertentangan Konsepsi Negara Hukum, Mencabut Kasus Sukmawati

Irjen Pol (Purn) Anton Tabah (IST)

Mencabut dugaan kasus penistaan agama oleh Sukmawati Soekarnoputri sangat bertentangan dengan konsepsi negara hukum.

“Pencabutan laporan juga restorative justice pada kasus penodaan agama sangat bertentangan dengan konsepsi negara hukum, kepastian keadilan dan persamaan perlakuan,” kata pengurus MUI Pusat Irjen (Pol) Anton Tabah Digdoyo kepada suaranasional, Ahad (8/4).

Kata Anton, desakan pencabutan kasus hukum Sukmawati di saat yang sama tokoh-tokoh Islam dipenjarakan karena ujaran kebencian dan kasusnya lebih ringan dan delik aduan.

Ia mengatakan, Indonesia jangan kalah dengan negara negara yang belum punya UU Penistaan Agama seperti Inggris, Amerika dan lain-lain.

“Atlet Inggris trnama Louis Smith pemenang 6 medali emas Olimpiade Brazil 2016 sepulang ke Inggris ia buat video viral tertawakan adegan sholat seorang Muslim. Demi keadilan karena Inggris blm punya UU Penistaan Agama ia dihukum administratif cukup berat yaitu 2 tahun dilarang ikut aktifitas olah raga (BBC, 2/11/16),” kata Anton.

Anton melanjutkan, dalam konsep Crime Control Model mengacu pada nilai yang menitik beratkan aspek perlindungan kepentingn masyrakat luas, negara wajib melindungi kepentingan agama dari setiap tindakan yang menghina dan merendahkan ajaran agama. Apalagi di Indonesia selain KUHP ada UU khusus terhadap kasus Penodaan Agama.

Kesimpulannya, pungkas Anton, memaafkan apalagi mencabut laporan kasus penodaan agama tak ada dalam klausul hukum, tidak lazim, tidak bijak dan jika dipaksakan akan jadi preseden buruk mengancam agama-agama.

“Akan makin banyak yang menista dan menghina agama padahal agama sangat dijunjung tinggi di NKRI sesuai dasar negara Ketuhanan Yang Maha Esa, selain setiap WNI wajib beragama. Juga, setiap gerak langkah bangsa Indonesia wajib dalam panduan Tuhan Yang Maha Esa, merujuk pada Pasal 29 ayat 1 UUD,” pungkas Anton.