Biaya Tambahan Isi Ulang E-money, Rezim Jokowi Penghisap Darah Rakyat

e-money (IST)
e-money (IST)

Rezim Joko Widodo (Jokowi) menghisap darah rakyat dengan mengenai biaya tambahan isi uang e-money.

“Demi infrastruktur semua dibebankan kepada rakyat termasuk adanya biasa tambahan isi ulang e-money. Ini sama saja menghisap darah rakyat. Rezim ini seperti drakula yang mengerikan,” kata pengamat politik Ahmad Yazid kepada suaranasional, Jumat (22/9).

Kata Yazid, harusnya pemerintah tidak membebankan ke rakyat biaya tambahan untuk isi ulang e-money. “Pengguna kartu bus TransJakarta terlebih dulu sudah dikenai biaya untuk isi ulang Rp 2000,” ungkapnya.

Yazid mengatakan, rakyat yang dibebani mulai dari berbagai pajak sampai pemotongan biasa isi ulang e-money memunculkan gejolak sosial. “Yang paling terpukul kebijakan ini kelas menengah, dan bila kelas menengah sudah protes akan berdampak pada penguasa,” papar Yazid.

Yazid mengatakan, kelas menengah dalam perubahan sosial memainkan peran cukup penting. “Mendapatkan momentum yang tepat kelas menengah bisa memobilisasi rakyat untuk melakukan protes ke penguasa. Dan protes sudah disuarakan di medsos,” jelas Yazid.

Bank Indonesia (BI) menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur Gerbang Pembayaran Nasional (PADGN GPN) No 19/2017 sebagai aturan pelaksana tentang GPN. Dalam aturan tersebut, BI resmi mematok biaya isi ulang uang (top up) elektronik maksimal Rp 1.500 per transaksi.

“BI menetapkan kebijakan skema harga guna memastikan interkoneksi dan interoperabilitas dalam ekosistem GPN,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman di Jakarta, Kamis (21/9).