Mahasiswa Unnes Dipolisikan, Represif Kampus di Era Jokowi

Dua mahasiswa Unnes yang dipolisikan (IST)
Dua mahasiswa Unnes yang dipolisikan (IST)

Kampus di era Jokowi mulai represif terhadap mahasiswanya yang mengkritik pejabat universitas maupun Menristek Dikti. Represif terhadap mahasiswa telah terjadi di Universitas Negeri Semarang (Unnes).

“Mempolisikan mahasiswa Unnes karena menyindir Menrestik Dikti di media sosial (medsos) merupakan tindakan represif dari penguasa kepada mahasiswa. Suara kritis ditekan,” kata aktivis Malari 1974 Salim Hutadjulu kepada suaranasional, Senin (31/7).

Kata Salim, tindakan yang dilakukan mahasiswa Unnes hanya kritik biasa dan tidak ada unsur dalam pelanggaran UTE. “Rektor Unnes berlebihan dalam menilai kritikan mahasiswanya,” ungkapnya.

Menurut Salim, Rektor Unnes maupun Menristek Dikti tidak faham demokrasi dan pergerakan mahasiswa. “Kasus di Unnes itu bisa merembet ke kampus lain karena saat ini demokrasi di Indonesia sudah mati,” papar Salim.

Mantan tahanan politik era Presiden Soeharto ini, mempolisikan mahasiswa Unnes ini sebagai upaya membungkam gerakan mahasiswa. “Menrestik saja tidak boleh dikritik apalagi seorang Presiden. Itu yang hendak dipesankan dalam kasus di Unnes,” jelas Salim. 

Salim meminta, para mahasiswa untuk tetap bersikap kritis terhadap penguasa maupun pejabat universitas karena sebagai tugas agent of change.

“Mahasiswa itu agent of change, bukan hanya belajar tetapi mengkritik, berdemo adalah bagian tugas mahasiswa dalam berdemokrasi. Mereka ini calon pemimpin bangsa,” pungkas Salim.

Dua mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) dilaporkan ke polisi gara-gara mengunggah piagam penghargaan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) ke media sosial. Piagam tersebut dinilai tak patut diberikan kepada Menristekdikti pada acara resmi di Unnes.

Mahasiswa yang kini harus berhadapan dengan kasus hukum tersebut adalah Julio Belnanda Harianja dari Fakultas Hukum dan Harist Akhmad Muzaki Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik. Dua mahasiswa semester 8 itu dinilai menyalahi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).