Cara Rasulullah Berpuasa

Ilustrasi puasa (IST)

Petunjuk puasa dari Nabi SAW adalah petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam mencapai maksud, serta paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa. Di antara petunjuk puasa dari Nabi SAW pada bulan Ramadhan adalah:

Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah. Jibril’alaihis salam senantiasa membacakan Al-Qur’anul Karim untuk Nabi SAW pada bulan Ramadhan; Nabi SAW juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur’an, shalat, dzikir, i’tikaf dan bahkan Nabi SAW mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak Nabi SAW lakukan pada bulan-bulan lain. 

Nabi SAW menyegerakan berbuka dan menganjurkan demikian, Nabi SAW makan sahur dan mengakhirkannya, serta menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang sama. Nabi SAW menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya maka dengan air. 

Baca juga:  Hukum Suntik ketika Puasa

Nabi SAW melarang orang yang berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki. Sebaliknya Nabi SAW memerintahkan agar ia mengatakan kepada orang yang mencacinya, “Sesungguhnya aku sedang puasa.” 

Jika Nabi SAW melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang Nabi SAW meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para sahabatnya memilih antara berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan. Nabi SAW pernah mendapatkan fajar dalam keadaan junub sehabis menggauli isterinya maka Nabi SAW segera mandi setelah terbit fajar dan tetap berpuasa. 

Termasuk petunjuk Nabi SAW adalah membebaskan dari qadha’ puasa bagi orang yang makan atau minum karena lupa, dan bahwasanya Allah SWT yang memberinya makan dan minum. 

Baca juga:  Wanita Hamil dan Puasa

Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa.

Beliau juga melakukan istinsyaq (menghiup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq secara berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibaad, I/320-338)