Dirjen Pajak Terseret Kasus Pajak Adik Ipar Jokowi

 Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. (ANTARA | SIGID KURNIAWAN)

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. (ANTARA | SIGID KURNIAWAN)

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera Arief Budi Susilo sebagai saksi dalam sidang dugaan suap penghapusan pajak PT EK Prima Indonesia, dengan terdakwa Rajesh Rajamohanan Nair. Adik ipar Presiden Joko Widodo itu, dalam kesaksiannya mengakui membantu pengurusan pajak PT EK Prima milik Rajesh.

Menurut Arief, Rajesh mengonfirmasinya ihwal jaringan pejabat pajak yang dikenal. Lantas, Arief memberikan nomor telepon Kasubdit Permulaan Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno. “Saya baru mengenal Pak Handang saat mengurus Tax Amnesty perusahaan dan berkunjung ke ruangan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi,” katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/3).

Kala itu, Arief bermaksud ingin minta penjelasan soal mekanisme mengajukan Tax Amnesty di Jakarta jika perusahaannya berada di Solo. Dalam pertemuan dengan Ken, Arief ditemani rekannya Direktur Utama PT Bangun Bejana Baja Rudy Prijambodo Musdiono. Ken, kata Arief, menyatakan, Tax Amnesty sebaiknya di Kota Solo dan akan didampingi Handang untuk pengurusan dokumen.

Baca juga:  Kebohongan Terkait HRS Dibongkar Dubes Saudi, Pengamat: Pejabat RI Jatuh di Mata Rakyat

Lantaran urusan Tax Amnesty melalui Handang beres, kemudian Arief membantu Rajesh mengurus pengajuan Tax Amnesty perusahaannya lewat Handang. “Saya punya pengalaman Tax Amnesty dibantu Handang. Setelah itu saya minta Pak Mohan kirim data-data perusahaan lewat whatsapp dan diteruskan langsung ke Handang tanpa dibaca terlebih dahulu,” ujar Arief.

Ternyata, ada tunggakan pajak sebesar Rp 78 miliar di luar sepengetahuan Arief. Bahkan Arief mengaku tidak pernah tahu kelanjutan pengiriman dokumen perusahaan PT EK Prima kepada Handang. “Saya tidak pernah lihat detail dokumen perusahaan Pak Mohan. Saya juga tidak pernah dapat informasi dari Handang apa yang dilakukannya terkait dokumen kepengurusan Tax Amnesty Pak Mohan,” katanya.

Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-Butar mengonfirmasi dugaan pemberian uang dari Rajesh Rp 1,5 miliar kepada Arief, namun dibantah. Arief membenarkan memang ada pertemuan di Solo dengan Rajesh, Rudi dan seorang staf perempuan, namun hanya membicarakan wacana pembelian lahan jambu mente miliknya. “Tidak pernah saya menerima uang,” ujar Arief.

Usai sidang, Rajesh menyatakan uang Rp 1,5 miliar yang dibawanya ke Solo bukan terkait pengurusan penghapusan pajak PT EK Prima Indonesia, melainkan mengenai pengurusan tanah di desa. “Saya mau beli lahan untuk bangun pabrik pengupas kacang mede di Wonogiri. Tapi saya bawa lagi karena orang desa tidak datang,” kata Rajesh.

Baca juga:  Ganjar-Mahfud Naik Eks Mobil Dinas Sukarno Mogok ke KPU, Praktisi Spiritual: Tanda Alam Kekalahan

Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyelidikan (P2IP) DJP Jakarta Khusus Wahono Saputro sebelumnya menyebut Arif pernah bertemu dengan Ken Dwijugiasteadi membicarakan sejumlah persoalan pajak PT EK Prima. Pertemuan itu berbuntut keputusan yang menguntungkan perusahaan Rajesh, lantaran dihapusnya tunggakan kewajiban perusahaannya Rp 52,3 miliar.

Itu untuk masa pajak Desember 2014 dan Rp 26,4 untuk masa pajak Desember 2015. Kemudian Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv menerbitkan Surat Keputusan tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak tersebut. Dalam kasus ini, Handang Soekarno dijerat sebagai (penerima suap) dan Rajesh disangka sebagai (pemberi suap).