KPK diminta ICW Terapkan Pasal Pencucian Uang dalam Perkara E-KTP

Terdakwa kasus E-ktp, Irman dan Sugiarto. Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 9 Maret 2017. TEMPO/Maria Fransisca

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara korupsi KTP elektronik. 

Penerapan TPPU bisa dilakukan baik kepada individu maupun korporasi yang terbukti terlibat. “Kami mengharapkan konsep pencucian yang itu dipakai dalam perkara ini,” kata Peneliti ICW Tama Satrya Langkun di Jakarta, Sabtu, 11 Maret 2017. 

Tama menuturkan dalam penanganan perkara korupsi e-KTP harus ada penelusuran uang yang mengalir. Untuk para terdakwa, proses hukum harus tetap berlanjut. Namun untuk korporasi harus ditelusuri mulai pada penganggaran hingga muncul bagi-bagi jatah di banyak pihak, termasuk korporasi. Maka secara korporat, mereka harus bertanggungjawab. 

Baca juga:  Beredar Proposal Diskusi PMII Surabaya Tolak KAMI Rp16 Juta

Menurut Tama, perusahaan-perusahaan yang harus bertanggungjawab adalah yang aktif yang tertera dalam dakwaan. Dalam berkas dakwaan disebutkan ada enam perusahaan yang diduga ikut menikmati duit proyek KTP elektronik. 

Mereka adalah Perum PNRI, PT Sandipala Artha Putra, PT Mega Lestari Unggul (perusahaan induk PT Sandipala Artha Putra), PT LEN Industri, PT Sucofindo, dan PT Quadra Solution.

Tama menilai perkara KTP elektronik mirip dengan korupsi proyek Hambalang yaitu perusahaan dalam inisiatifnya sudah memberikan uang sebelum mendapatkan proyek. Ia mengatakan uang itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum. 

Baca juga:  Istri Bung Karno: Soeharto Terlibat Kudeta dan PKI tak Terlibat G30S

ICW menilai ada peran aktif banyak orang di proyek itu, baik korporasi maupun individu, bahkan partai. Dengan menerapkan TPPU maka akan lebih efektif untuk mengejar aliran duit yang sudah mengalir yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.