Pola Aspiratif Ahok sebagai Proyek Pembangunan Jakarta?

Nazar El Mahfudzi (IST)
Nazar El Mahfudzi (IST)

Ujaran Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam debat kandidat terakhir dengan mengatakan,  “Lawan saya dengan program kerja jangan dengan Fitnah” menjadi sangat menarik dan aspiratif di dalam mendukung paslon nomor 2 untuk menghindari kampanye hitam “black campaign” ibarat mencuci tangan dari yang kotor menjadi yang paling bersih.

Semua yang diinginkan warga Jakarta mendapatkan pemimpin yang bersih tentu tanpa memberikan nilai negatif sebagai porsi pembangunan kawasan Jakarta yang dinilai sebagai pola pembangunan “development” kapitalistik yang merujuk dari atas ke bawah sebagai intruksi birokrasi. Secara sistemik Ahok mengandalkan program-program Pemda DKI Jakarta tanpa melibatkan warga Jakarta untuk dapat mensejahterakan kota tetapi kota sebagai tempat mensejahterahkan warga Jakarta.

Apa yang diharapkan Albert O Hirschman adalah ”trickle down effect” (efek ke bawah — kemakmuran). Begitu dahsyatnya kalau teori tersebut bisa terlaksana dalam kehidupan warga Jakarta. Sayang sekali, kegagalan pembangunan infrastruktur Ahok belum mencapai tingkat kemakmuran rakyat, tetapi  malah menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan ekonomi, serta kecemburuan sosial.

Warga miskin kota dinilai sebagai sebuah permasalahan untuk mendapatkan kali yang bersih karena melanggar UUD 45 hidup di bantaran kali, warga miskin kota yang hidup di sepanjang jalan rel kereta juga di nilai sangat membahayakan, Pedagang kaki lima, prostitusi  dll sekian banyak pelanggaran warga Jakarta untuk ditertibkan supaya mendapatkan kehidupan yang layak.

Asumsi dasar menjadikan pembangunan Jakarta supaya warga Ibu kota dapat hidup layak itulah yang sering digembar-gemborkan oleh Ahok.  Apakah itu bukan sebagai bagian dari fitnah sebuah program kerja gubernur?

Program-program kerja Ahok  masih menempatkan warga miskin kota Jakarta sebagai fitnah terbesar ketika warga miskin kota menjadi penyebab dari permasalahan warga kota lainya untuk hidup layak dengan mengedepankan aspek pembangunan bersifat kapitalistik.

Ibarat sampah yang wajib digusur dan dibersihkan untuk di tempatkan yang layak tak ubahnya para pelacur yang dilokalisasi mendapatkan tempatkan yang lebih baik. Lalu apakah mereka ditempatkan yang layak  dapat mensejahterakan dan memajukan kota ? atau belum sempat mereka sejahtera ternyata ini menjadikan ajang sebuah proyek investasi bagi para kapitalis untuk mendapatkan uang rakyat Indonesia dari sebuah pembangunan ibukota Jakarta.

Pendekatan behavior terhadap permasalahan warga miskin kota Jakarta menjadi permasalahan kota  yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya tanpa melihat aspek kognitif warga Jakarta  yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).

Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial. Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss melihat cenderungan manusia untuk hidup karena sudah terbiasa dengan lingkungan menghasilkan kematangan, pengalaman,interaksi sosial, ekuilibrasi. Artinya tidak mudah semena-mena memutus hubungan mata rantai tersebut dengan penggusuran untuk mendapatkan hidup layak bagi warga miskin kota Jakarta sebagai sebuah jawaban Program kerja Ahok sebagai Gubernur.

Karena yang harus di jawab adalah dari sebuah program kerja bagaimana warga miskin kota menjadi bagian dari kemajuan Jakarta sehingga mereka tidak hidup di bantaran kali, rel kereta , kolong jembatan, pemukimaan-pemukiman kumuh tidak ada pelacuran maupun lokalisasi prostitusi, ketegasan peraturan pemda terhadap narkoba dan miras.

Sampai saat ini apakah Ahok mempunyai program kerja tersebut ? Apakah ada menjadikan warga miskin kota menjadi wiraswasta yang handal sehingga mereka mampu hidup dan pindah terbebas dari kemiskinan ? siapakah orang yang mau hidup di bantaran kali ? atau nelayan, pedagang-pedagang kaki lima ingin hidup di pemukiman kumuh ? atau para wanita yang menjalankan prostitusi ? atau maraknya narkoba yang beredar dll.

Sukses Ahok dalam memimpin Jakarta bukan dinilai dari penggusuran sehingga kali menjadi bersih atau menggusur rumah warga miskin kota yang kumuh menjadi taman-taman kota seiring dengan pertumbuhan rumah-rumah mewah dan apartement ekslusif untuk mendapatkan dana-dana CSR di dalam membangun fasilitas-fasilitas sosial dan pembangunan rusunawa bagi masyarkat miskin kota.

Sehingga proyek reklamasi menjadi acuan program pembangunan Jakarta sebagai “urban place” yang menambah jurang  ketimpangan warga miskin kota Jakarta dan warga Jakarta maupun Warga Negara Asing ( WNA ) yang ingin singgah , menetap maupun bertransaksi dagang , alhasil persoalan peningkatan sumberdaya manusia dari warga Jakarta yang telah di gusur belum menjadi jawaban.

Kalau itu sebagai bagian program kerja yang di banggakan tak ubahnya menistakan manusia sebagai warga miskin kota Jakarta karena hanya di berikan tempat yang layak huni sementara tidak menempatkan manusia  karena sukses membangun integrasi kemampuan kognitif warga Jakarta untuk hidup layak.

Warga miskin kota bukan sebagai sebuah fitnah dan permasalahan  kemajuan Jakarta akan tetapi warga miskin kota menjadi sebuah Jawaban atas kesejahteraan untuk memajukan Kota Jakarta..!!

Oleh:

Nazar El Mahfudzi

Exp 98 Yogyakarta.

Ketua Jaringan Masyarakat Koperasi Syariah (JAMKOS)

Salam..Sejahtera Rakyat Kaya Tanpa Riba..!!

 

 

 


2 comments

  1. keren sekali ini artikel ilmiah politik.. bobot tulisan cukup ok..!!

  2. Dia senior aktivis jogja dan cukup expert harusnya jadi pengamat politik .. cukup halus dan mengena sasaran .Sangat setuju bahwa rakyat miskin masih digambarkan sebagai sebuah persolan oleh ahok untuk dia berkarkarya membangun jakarta. Ahok lebih mengedepankan pembangunan infrastruktur kota tanpa melihat aspek warga jakarta sebagai objek yang memiliki Jakarta. Penggusuran artinya Ahok menempatkan diri sebagai penguasa bukan pelayan rakyat didalam membangun SDM.. bro nazar ok tetap berjuang dalam idelisme rakyat !!

Comments are closed.