Ngeri, Ahokers Jalankan Misi Teror Lawan Politik di Dunia Maya

Pertemuan Ahok dengan para pendukungnya terutama yang menjalankan misi teror di dunia maya (IST)
Pertemuan Ahok dengan para pendukungnya terutama yang menjalankan misi teror di dunia maya (IST)

Para pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disebut Ahokers melalui media sosial (medsos)  sudah memenuhi kriteria teror dan teroris. Di dunia maya, mereka membabi-buta memberi dukungan kepada gubernur petahana DKI itu.

Demikian dikatakan Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS) Edy Mulyadi dalam keterangan kepada suaranasional, Jumat (9/9).

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan teror sebagai usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Sedangkan yang dimaksudteroris adalah, orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik.

Kata Edy, Jika Ahok mengatakan Jakarta di bawah kekuasannya mampu mengubah hujan jadi berkelir (berwarna-warni), niscaya mereka segera mengamini.

“Itulah sebabnya setiap postingan yang mendukung atau memuji Ahok, dengan sigap para Teroris Media Sosial ini langsung mem-broadcast ke segala penjuru. Mereka memanfaatkan semua lini komunikasi yang ada di dunia maya,” ujar Edy.

Kata Edy, bantaian Ahokers itu sama sekali tidak menyangkut substansi kritik yang disampaikan si korban. Yang dilakukan para Teroris Media Sosial tadi adalah melakukan pembunuhan karakter orang atau pihak yang mengkritik sang majikan.

“Inilah yang menyebabkan saya memilih menggunakan frase Teroris Media Sosial bagi para Ahokers ketimbang buzzer. Menurut saya, ada perbedaan mendasar antara Teroris Media Sosial  dan buzzer,” ungkap Edy.

Edy mengatakan, materi bantaian yang dilakukan Ahokers bisanya menyangkut fisik korban yang dianggap lemah dan atau buruk.

“Contohnya, ketika Ratna Sarumpaet menyatakan siap ‘pasang badan’ untuk mengusung Rizal Ramli sebagai Cagub DKI, maka para Teroris Sosmed tadi sibuk membantai Ratna pada kalimat “pasang badan” dengan bermacam celotehan yang sama sekali  tidak layak dikutip di sini,” papar Edy.

Kata Edy, Ratna bukanlah orang pertama dan satu-satunya korban para Teroris Sosial Media. Mereka juga tidak peduli latar belakang sang korban, termasuk jika yang bersangutan adalah artis kondang.

“Iwan Fals, misalnya, pernah jadi korban pembantaian Ahokers karena menulis status di twitternya. Saat itu penyanyi yang menjadi simbol pendobrak kemapanan ini mempertanyakan kabar dari media soal reklamasi Jakarta yang diberitakan belum memiliki izin,” pungkas Edy.