Negara Rugi Rp. 648 Miliar, Kongkalikong Ahok dan Begundalnya Beli Lahan di Cengkareng Barat

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan jajarannya diduga kuat terlibat dalam kongkalikong pembelian tanah di Cengkareng Barat dan merugikan negara Rp648 miliar.

Pembelian lahan tersebut menjadi masalah lantaran Pemprov DKI membeli tanahnya sendiri. Dinas Perumahan dan Gedung membelinya dari perseorangan atas nama Toeti Soekarno, tetapi ternyata tanah seluas 4,5 hektare adalah milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI.

“Kasus ini menambah daftar skandal keuangan pada era kepemimpinan Ahok di Jakarta,” kata pengamat Kebijakan Publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah kepada suaranasional, Ahad (21/8).

Kata Amir, kasus pembelian lahan di Cengkareng Barat bagaikan sebuah ‘sinetron kejahatan’ yang coba dimainkan Ahok untuk merampok uang negara, yang kemudian kepergok oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Ini sinetron yang berkelanjutan setelah kasus RS Sumber Waras,” kata Amir.

Amir menilai, disposisi Ahok atas pembelian lahan untuk Rusun Cengkareng Barat itu menjadi bukti kuat jika mantan Bupati Belitung Timur itu bertindak sebagai ‘sutradara’.

Amir menjelaskan, serupa dengan pembelian lahan RS Sumber Waras, pembelian lahan Cengkareng juga terbukti dilakukan tanpa melalui proses pengadaan lahan sebagaimana tahapan-tahapan sesuai dengan UU dan Keppres yang berlaku.

Sehingga, transaksi tersebut telah mengakibatkan negara mengalami total lost (kerugian total secara telak) sebesar Rp 648 miliar.

Amir juga menunjukkan bukti baru yang beraroma kuat ada indikasi permainan antara Ahok dan seorang yang bernama Rudi Hartono Iskandar.

“Ternyata, yang menawarkan lahan Cengkareng ke Ahok adalah Rudi Hartono Iskandar. Rudi juga yang menerima uang dalam bentuk empat lembar cek bank DKI, tertanggal 5 November 2015,” ungkap Amir.

Cek tersebut dikeluarkan Pemprov DKI dalam waktu sehari. Masing-masing cek jumlahnya bervariasi, cek pertama sebesar Rp 200 miliar, kedua Ro 304 miliar, ketiga Rp 30 miliar dan cek terakhir sebesar Rp 100 miliar.

“Anehnya lagi, semua dokumen penjualan lahan yang diterima Pemprov dari Toeti Sukarno terbukti aspal (asli tapi palsu), yaitu girik-girik palsu. Sebab dokumen aslinya sejak beberapa tahun lalu sudah disita Polres Jakarta Barat,” papar Amir.

Amir mengatakan,  sebelum lahan ini dijual ke Pemprov DKI, dokumen aslinya sudah diamankan Polres Jakarta Barat, saat itu Toeti sudah bersengketa dengan seorang bernama H Matrodji.

Kata Amir, sudah seharusnya Ahok dikenai pasal tindak pidana korupsi. Sebab, faktanya adalah ada kerugian negara yang bernilai ratusan miliar  yang disebabkan oleh pembelian lahan yang tidak sesuai dengan UU dan prosedur, sehingga menguntungkan/memperkaya koorporasi tertentu.

“Semoga kali ini Bareskrim Polri yang tengah menangani kasus ini tidak pura-pura bego seperti KPK. Seakan-akan tidak paham defenisi Korupsi yang berbunyi pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri ataupun pihak lain/ korporasi dapat diancam dengan pasal tipikor,” pungkas Amir