Ngeri, Ini Dia Gerombolan Luhut di Pemerintahan Jokowi

Luhut Pandjaitan, Tito Karnavian, Gatot Nurmantyo (IST)
Luhut Pandjaitan, Tito Karnavian, Gatot Nurmantyo (IST)

Wartawan senior Mega Simarmata mempunyai catatan kelompok Luhut Binsar Pandjaitan di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Sebagaimana dikutip dari katakami.com, Mega menyebutkan nama-nama kelompok Luhut di antaranya:

Pertama. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Pengangkatan Gatot sebagai Panglima TNI adalah salah.

Sebab berdasarkan UU TNI, jabatan Panglima TNI harus dijabat secara bergiliran antar angkatan. Oleh karena Panglima TNI yang sebelumnya berasal dari TNI Angkatan Darat maka yang harus jadi Panglima TNI harus dari Angkatan Udara atau Angkatan Laut.

Kedua. (Mantan) Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.

Ini adalah loyalis Luhut Pandjaitan. Sehingga tidak heran jika dalam hitungan jam, Kabareskrim Komjen Budi Waseso bisa dicopot dari jabatannya atas tekanan Luhut Pandjaitan pada bulan September 2015.

Ketiga. Kapolri (saat ini) Jenderal Tito Karnavian.

Luhut menyalah-gunakan jabatannya sebagai Ketua Kompolnas alias melakukan abuse of power.

Sebab yang direkomendasikan secara resmi oleh Wanjakti atau Dewan Kepangkatan Dan Jabatan Tinggi Polri untuk menjadi calon Kapolri bukan nama Tito Karnavian.

Nama Tito tidak ada dan tidak dicalonkan samasekali.

Baca juga:  Setelah Direnovasi, GBM Usulkan JIS Diresmikan dan Ditandatangi Presiden Jokowi

Yang diusulkan secara resmi oleh Wanjakti Polri adalah Komjen Budi Gunawan dan Komjen Budi Waseso.

Luhut memotong dan membuang rekomendasi Wanjakti Polri.

Atas nama dirinya sebagai Ketua Kompolnas, Luhut bermanuver agar nama Tito yang dipilih menjadi Kapolri.

Inilah sebabnya maka terjadi lompatan angkatan sebanyak 5 angkatan dalam pergantian Kapolri.

Kapolri lama dari angkatan 1982, melompat ke angkatan 1987, sesuai kemauan dan manuver Luhut Pandjaitan.

Keempat. Pengangkatan Komjen Suhardi Alius sebagai Kepala BNPT.

Pengangkatan ini jelas salah.

Sebab satu kalipun Suhardi tidak pernah bertugas di bidang anti teror.

Sepanjang kariernya di kepolisian, Suhardi tidak pernah bertugas di Satgas Bom Polri (era Gories Mere memimpin Tim Anti Teror).

Suhardi juga tidak pernah bertugas di Densus 88 Anti Teror dan di BNPT.

Suhardi banyak melewatkan masa dinasnya sebagai Korspri (Koordinator Sekretaris Pribadi) yaitu menjadi Korspri untuk Kapolri Bimantoro, Kapolri Sutanto dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri.

Suhardi pernah menjadi Kapores Jakarta Barat.

Dan pernah menjadi Kabareskrim.

Tapi sekali lagi, tidak pernah satu kalipun bertugas di bidang penanganan teror.

Memanfaatkan masa-masa akhir kejayaan Luhut sebagai Menko Polhukam, Suhardi masuk dan diberi jabatan sebagai Kepala BNPT.

Baca juga:  Satpol PP & Polisi Bubarkan Massa Ganti Presiden 2019 di Makassar

Kelima. Gerombolan Luhut Pandjaitan masih ada lagi yaitu Gubernur Lemhanas Agus Widjoyo.

Semua yang diberi jabatan atas peran Luhut Pandjaitan, mau tak mau harus tunduk dan loyal kepada Luhut.

Situasi ini tidak baik untuk Pemerintah Indonesia.

Apalagi dalam keadaan Luhut sakit hati dicopot sebagai Menko Polhukam.

Saatnya gerombolan Luhut dipecah.

Agar di Indonesia, hanya akan ada 1 matahari yang bersinar dalam pemerintahan yaitu Presiden Jokowi.

Semua harus tunduk kepada Presiden.

Bukan kepada orang lain yang merasa sok berjasa telah memberi jabatan.

Semua harus loyal kepada Presiden.

Dan ini harus menjadi catatan bagi Presiden agar ke depan jangan lagi mau dijerumuskan oleh seorang pembisik yang ambisius bernama Luhut Pandjaitan.

Kasus Arcandra harus jadi pelajaran untuk pemerintah.

Bahwa jangan sekali-kali memelihara “anak macan” karena biarpun masih anak-anak, macan tetaplah macan.

Yang bisa menerkam.


1 comment

  1. Suara apa ini,???! Begini kok masuk kategori suara nasional….level kelas pembisik antara langit, yang bisa mati karena meteor.

Comments are closed.