Ada yang Disembunyikan, Wartawan Senior Bongkar Operasi Perburuan Teroris Santoso

Ilustrasi perburuan Santoso (IST)
Ilustrasi perburuan Santoso (IST)

Wartawan senior Hanibal Wijayanta membongkar Operasi Tinombala untuk memburu teroris Santoso.

Dalam operasi itu, pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (TIM) Santoso tewas. Namun, ada beberapa yang disembunyikan dalam operasi tersebut.

Hanibal, yang saat ini, bekerja di TvOne membongkar operasi tersebut di akun Facebooknya. Berikut ini cerita lengkapnya:

Pagi-pagi kemarin, Selasa 19 Juli 2016, saya menelepon Panglima Kostrad, Letjen Edy Rahmayadi yang ternyata sedang blusukan di Papua. Kebetulan, perwira tinggi berbintang tiga ini pernah menjadi dosen kami di Kursus Singkat Lemhannas untuk Wartawan, tiga tahun lalu. Saat saya bertanya tentang kepastian identitas lelaki yang ditembak sore hari sebelumnya di Gunung Biru, Poso, Sulawesi Tengah adalah Santoso, Pangkostrad sebenarnya sudah memastikan hal itu. “Kalau menurut laporan anak-anak sih, itu memang Santoso,” ujarnya.

Saya lalu bertanya kepada Letjen Edy, tentang kiat keberhasilan anak buahnya, 9 anggota tim Alfa 29 dari Batalyon Infanteri Raider 515/9/2 Kostrad, yang berhasil melumpuhkan lelaki kampung yang kemudian ditahbiskan sebagai teroris paling berbahaya tahun ini oleh aparat kepolisian itu. Pangkostrad hanya menjawab enteng. “Ah itu sebenarnya kan sederhana saja, tempat itu kan sudah dikepung, mereka lalu lari. Kebetulan larinya ke arah anak-anak. Ya sudah anak-anak terus nembak…,” ujarnya.

Tapi entah mengapa Pak Edy tidak mau diwawancarai langsung secara live untuk menjelaskan kronologi dan taktik tim Alfa 29. “Sudahlah, Mas… silakan wawancarai Polisi saja. Kita kan di bawah kendali operasi Tim Gabungan TNI/Polri yang dipimpin Polri. Tanya mereka saja… biar dijelaskan panjang lebar…,” ujarnya. Akhirnya, selain mewawancarai Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Wakapolda Sulawesi Tengah Kombes Leo Bona Lubis, dan Gubernur Sulawesi Tengah Loki Janggola, kami juga mewawancarai Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Entah mengapa di layar kaca kami, Jenderal Gatot pun menjelaskan secara sangat low profile, meski menjelaskan akan memberikan kenaikan pangkat luar biasa kepada kesembilan prajurit itu.

Tadi malam saya bertemu dengan Mayjen Meris Wiryadi. Mantan Kepala Staf Kostrad ini baru bulan kemarin pensiun. Lulusan Akmil angkatan 1983, kami kenal sangat santun dan halus. Maklum wong Solo. Saya sudah mengenalnya sejak masih jadi wartawan yunior, ketika Pak Meris masih menjadi Komandan Batalyon 201 Jaya Yuda berpangkat Mayor pada tahun 1995 – 1996. Sebagai Kepala Staf Kostrad, dialah yang menyiapkan pasukan dari Kostrad, termasuk Batalyon Infanteri Raider 515 Kostrad dari Jember. Sebagai Kaskostrad, Pak Meris juga sudah beberapa kali naik ke Gunung Biru.

Awalnya Pak Meris enggan bercerita banyak. “Saya kan sudah orang sipil…,” ujarnya. Tapi ketika saya bertanya tentang pandangan dan pengalamannya sebagai prajurit professional Kostrad, dia akhirnya mau sedikit bicara. Saya bertanya, “Bagaimana sebenarnya medan pertempuran di Gunung Biru itu? Apakah memang sangat berat dan sulit, sehingga perlu waktu yang begitu lama, sebelum kemudian Santoso berhasil ditembak?” Pak Meris hanya menjawab singkat. “Kalau memang serius dan dari awal anak-anak Raider ini yang diturunkan, insyaa Allah tidak perlu waktu yang terlalu lama,” ujarnya.

Tadi, pagi-pagi sekali, saya mendapat dua kiriman WA Massage dari seorang kawan. Beberapa kawan di kantor juga mendapatkan pesan yang sama. Pesan pertama tentang protes Badan Intelijen Strategis TNI, yang menyesalkan tentang adanya klaim Polda Sulawesi Tengah bahwa aparat polisilah yang telah menembak Santoso. Pesan WA kedua berisi nama-nama 9 prajurit anggota Tim Alfa 29 Yonif Raider 515/9/2 yang berhasil melumpuhkan Santoso. Kemudian diikuti dengan pesan yang menarik.

Pesan itu berbunyi: “Perintah Kaskostrad… Info ke Jajaran Kostrad. Bila ditanya media, Santoso tertembak oleh tim gabungan TNI POLRI. Kronologis tanya ke Polri sbg penanggung jawab ops. Tinombala. Utk jajaran Kostrad tdk usah mengomentari/pendiaman suara. Gunakan ilmu padi semakin berisi semakin rendah hati.”