Didukung Setnov, Ahok Di belakang Koruptor

Ahok dan Setnov (IST)
Ahok dan Setnov (IST)

Partai Golkar di bawah Setya Novanto (Setnov) akan memberikan dukungan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menandakan mantan Bupati Belitung Timur mendapat pendanaan dari koruptor.

“Kalau saya melihat pernyataan Setnov, arahnya Golkar dukung Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2017,” kata pengamat politik Sahirul Alem kepada suaranasional, Rabu (18/5).

Kata Alem, dukungan Golkar ke Ahok makin membuktikan di belakang mantan politikus Partai Gerindra itu para koruptor. “Setnov itu pernah kena kasus korupsi, tetapi ia bisa lolos. Saat ini, Setnov mengarahkan dukungan ke Ahok agar kasus “Papa Minta Saham” lolos dari jeratan hukum,” ungkapnya.

Alem mengatakan, Ahok yang terkena terindikasi kasus RS Sumber Waras dan didukung Setnov makin menguatkan berkumpulnya para koruptor di kubu Ahok. “Para koruptor akan kumpul di kubu Ahok,” jelas Alem.

Sebelumnya Setnov secara tidak langsung akan mengarahkan Partai Golkar memberikan dukungan ke Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2017.

“Kita akan evaluasi (soal Pilgub DKI). Dan Ahok kan sahabat saya,” kata Novanto usai penutupan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Selasa (17/5).

Golkar sendiri hingga kini memang belum memastikan soal calon gubernur yang akan diusung atau didukung di hajatan politik Ibu Kota itu. Apa karena bersahabat dengan Ahok, maka itu akan membuat Novanto membawa partainya menjadi pendukung Ahok?

“Kita lihat nanti perkembangannya,” kata Novanto.

Berikut kasus-kasus yang menjerat politikus Partai Golkar Setya Novanto (Sumber Tempo):

1999 – Kasus pengalihan hak tagih Bank Bali

Pengalihan hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang diduga merugikan negara Rp 904,64 miliar. Kasus ini meletup setelah Bank Bali mentransfer Rp 500 miliar lebih kepada PT Era Giat Prima, milik Setya, Djoko S. Tjandra, dan Cahyadi Kumala.

Kasus ini kemudian mendapatkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari kejaksaan pada 18 Juni 2003.

2003 – Kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton.

Setya bersama rekannya di Golkar, Idrus Marham, diduga sengaja memindahkan 60 ribu ton beras yang diimpor Inkud, dan menyebabkan kerugian negara Rp 122,5 miliar. Keduanya dilaporkan pada Februari-Desember 2003 telah memindahkan dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Padahal bea masuk dan pajak beras itu belum dibayar.

Setya Novanto hanya diperiksa Kejaksaan Agung pada 27 Juli 2006.

2006 – Kasus penyelundupan limbah beracun (B-3) di Pulau Galang, Batam.

Setya Novanto disebut-sebut berperan sebagai negosiator dengan eksportir limbah di Singapura.

2012 – Kasus Korupsi Proyek PON Riau 2012

Setya diduga mempunyai peran penting dalam mengatur aliran dana ke anggota Komisi Olahraga DPR untuk memuluskan pencairan anggaran Pekan Olahraga Nasional di anggaran pendapatan dan belanja negara.

Ia pernah diperiksa Komisi Pemberantasan KorupsiĀ  pada 29 Juni 2012 sebagai saksi, karena pernah ditemui Gubernur Riau Rusli Zainal untuk membahas PON Riau.

Setya juga diperiksa untuk tersangka Rusli Zainal pada 19 Agustus 2013. Rusli merupakan Gubernur Riau yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, dalam kasus perubahan peraturan daerah untuk penganggaran PON.

Politikus Partai Golkar itu membantah semua tuduhan dan mengaku tak tahu soal kasus PON.

2013 – Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Nama Setya Novanto disebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Setya dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sebagai pengendali proyek e-KTP. Nazaruddin menuding Setya membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR.

Setya dituduh meminta fee 10 persen ke Paulus, pemilik Tannos PT Sandipala Arthaputra yang merupakan anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia, yang memenangi tender proyek e-KTP. Pertemuan berlangsung tiga kali di Jakarta.

Namun, ketika ditanya proyek e-KTP, ia membantah tuduhan tersebut. “Saya enggak ikut-ikutan,” ujar Setya kepada Tempo, April 2013.