Bantahan Ketua PCIM Inggris Pendapat Mun’im Sirry yang Dukung LGBT dan Pernikahan Sejenis

Ketua PCIM Inggris Raya Zain Maulana (Dok. Pribadi)
Ketua PCIM Inggris Raya Zain Maulana (Dok. Pribadi)

Ketua Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Inggris Raya Zain Maulana membantah pendapat pengajar department Teologi University of Notre Dame, AS Muni’im Sirry yang berjudul “Islam, LGBT dan Perkawinan Sejenis.”

Zain Maulana yang juga mahasiswa doktor Leeds University Inggris menuliskan artikel dengan judul “Menyoal LGBT dan Perkawinan Sejenis:Tanggapan atas Mun’im Sirry”.

Dalam artikel itu, mantan aktivis IMM menuliskan bahwa semua Nabi dan Rasul yang disebut dalam Al-Quran memiliki pola misi kenabian yang sama yang kemudian disebut Mun’im sebagai paradigma Al-Quran mengenai misi kenabian.

“Namun demikian, dalam penjelasannya, Mun’im mencoba melepaskan aspek historis  (nama, waktu, tempat dan peristiwa tertentu) dari pola tersebut dengen mengedepankan “moral story” dari kisah kenabian. Dengan kata lain, nilai moral dari “mono-prophetic” sebaiknya dilepaskan dari aspek historisnya agar moral story dari misi kenabian dapat dipahami dan menjadi relevan,” ungkap Zain.

Zain menegaskan, nilai moral dan aspek historis merupakan entitas yang tidak bisa dipisahkan dalam memahami misi kenabian. Setiap Nabi dan Rasul mengemban misi kenabian dalam sebuah lingkup historis tertentu. Misalnya, Musa dan kenabiannya tidak bisa dipisahkan dari setting sejarah (historical setting) kaum Bani Israil, Firaun, laut merah dan berbagai simbol lainnya yang menjadikannya sebuah cerita utuh tentang Musa dan misi kenabiannya. Begitupula dengan nabi Luth dan misi profetiknya.

Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini mengatakan, legalitas perkawinan sejenis yang dilakukan di Amerika Serikat tidak bisa serta merta diterapkan di tempat lain misalnya seperti Indonesia karena ia bisa jadi bertentangan dengan norma sosial-agama dan aturan legal yang berlaku.

“Jadi terkait dengan prinsip maslahat, penilaian suatu perkara apakah ia membawa maslahat atau sebaliknya haruslah mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku di “ruang” yang melingkupi dimana perkara itu akan diterapkan,” ungkap Zain.

Ia juga menjelaskan, pelegalan perkawinan sejenis berarti memberikan insentif bagi munculnya moral hazard untuk meniru dan berperilaku seperti kaum LGBT. Artinya orang yang punya kecenderungan menyukai sesama jenis akan terus mengikuti hasratnya karena adanya fasilitas yang menjamin perkawinan sesama jenis.

Zain menceritakan saat bertemu pelaku LGBT di Leeds Inggris dan punya keinginan anak.

“Salah satu dari mereka bahkan pernah berujar, sambil menunjuk anaknya, she has two mommies. Oleh karena hubungan sesama jenis tidak bisa melakukan proses reproduksi secara alami, maka pilihannya adalah adopsi anak atau donor sperma (umumnya bagi pasangan lesbian) atau surrogate mother (bagi pasangan gay),” papar Zain.

Kata Zain, pilihan adopsi, donor sperma maupun surrogate mother memiliki resiko tinggi baik dari sisi medis maupun sosial-agama. Secara simultan dan jangka panjang, semua alternatif tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya incest (perkawinan sedarah).

“Akibatnya, anak yang dilahirkan dari perkawinan ini memiliki resiko lebih besar untuk menderita kelainan genetik,” papar Zain.

“Selain itu, kata Zain dalam islam, perkawinan sejenis akan merusak nasab, sistem perwalian, persoalan waris dan lainnya. Oleh karen itu, berdasarkan prinsip maslahat, maka perkawinan sejenis tidak mendatangkan manfaat melainkan sebaliknya mudharat,” pungkas Zain.