Waduh, Menteri Jonan Bongkar Proyek Abal-abal Kereta Cepat Jokowi di Depan Komisi V DPR

Groundbreaking kereta cepat Jakarta-Bandung oleh Presiden Jokowi (IST)
Groundbreaking kereta cepat Jakarta-Bandung oleh Presiden Jokowi (IST)

Menteri Perhubungan Iganasius Jonan yang belum memberikan ijin kereta cepat Jakarta-Bandung padahal sudah groundbreaking oleh Presiden Jokowi menandakan mantan Direktur Utama PT KAI itu ‘menelanjangi’ Presiden Jokowi.

Demikian dikatakan peneliti Democracy for Freedom dan Justtice (DFJ) Muhammad Salafuddin dalam pernyataan kepada suaranasional, Selasa (26/1).

Kata Salafuddin, pernyataan Jonan menjadi pukulan telak buat Presiden Jokowi. “Harusnya sebelum groundbreaking semua ijin dan amdal harus diselesaikan. Ini amdal dan ijin belum turun sudah grounbreaking. Bisa-bisa proyeknya berhenti di tengah jalan,” ungkap Salafuddin.

Kata Salafuddin, rakyat makin tercerahkan dengan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang penuh kontroversi. “Hanya pendukung Jokowi yang masih menganggap proyek ini baik. Sekelas Fadjroel aja tidak kritis dalam melihat proyek. Masak Fadjroel yang mantan aktivis kalah dengan Jonan yang dari kalangan profesional,” papar Salafuddin.

Kata Salafuddin, harusnya Fadjroel sebagai komisaris Adhi Karya bisa mengkritisi proyek ini. “Ini Fadjroel justru hanya mengamini dan melihat proyek ini baik. Secara tidak langsung Fadjroel menjerumuskan Jokowi,” pungkas Salafuddin.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yaitu PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) belum memenuhi izin konsesi dan izin pembangunan.

Dia menjelaskan izin konsesi tersebut harus segera diselesaikan agar tidak menjadi beban pemerintah apabila pembangunannya gagal di tengah jalan.

“Agar tidak seperti tiang-tiang monorel itu mau dibongkar punya orang, tidak dibongkar ya seperti itu (mangkrak). Kalaupun diserahkan kepada pemerintah harus seperti kondisi semula (baik),” katanya.

Jonan menjelaskan aset Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut harus diserahkan kepada pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Perhubungan, setelah 50 tahun beroperasi sesuai dalam Peraturan Menteri Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perizinan Penyelenggara Prasaraba Perkeretaapian.

“Tidak boleh (diperpanjang masa konsesinya), harus diserahkan,” katanya.