Sudah Diharamkan MUI dan NU, Ada Doa Bersama di depan Gereja untuk Gus Dur

Doa bersama di depan gereja untuk Gus Dur (IST)
Doa bersama di depan gereja untuk Gus Dur (IST)

Kelompok lintas iman (lintas agama) dan Gusdurian di Jombang, Jawa Timur, menggelar doa bersama dan tumpengan di Gereja Kristen Indonesia (GKI) setempat.

Doa berbau pemurtadan yang dilakukan dengan cara menyalakan lilin itu untuk memperingati hari pahlawan sekaligus pengukuhan Gus Dur sebagai pahlawan Pluralisme, senin malam (9/11) sebagaimana dikutip dari NU Garis Lurus.

Adapun kelompok yang hadir dalam acara tersebut Gus Mamik (PPDU Peterongan), Suudi Yatmo (Lesbumi NU Jombang), Bhikku Nyana Virya (Trowulan), serta Yusuf Wibisono (Ketua PWI Jombang).

Selain itu ada juga  Arif Gumantia (Majelis Sastra Madiun/ GUSDURian Madiun), Pdt. Eddy Kusmayadi (Prasasti), Maria Cikwa (FPK), Yusianto (INTI), Joko Fattah Rochim (FRMJ), Pdt.Simon Filantropa dari GKI Jawa Timur dan Pdt.Andreas Kristianto dari GKI Jombang juga turut hadir dalam acara tersebut.

Pembacaan doa bersama ini diawali oleh pendeta dari agama Kristen dan dilanjutkan agama Budha serta agama lainnya. Usai pembacaan doa, masing masing perwakilan tersebut memberikan apresiasi terhadap sosok Gus Dur.
Acara doa dimulai dari majelis agung GKJW (Gereka Kristen Jawi Wetan) Jawa Timur diwakili Pendeta Puji, kemudian Jeanny dari Konghucu, serta Biku Nyana Wirya dari Mahavihara Trowulan. Selanjutnya aktivis muda NU Maghfuri Ridwan, Suudi Yatmo dari Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslimin), serta Pendeta Andreas Kristianto.

Baca juga:  Jubir Era Presiden Gus Dur: Kitab Suci Dihina, Jangan Mimpi Taati Konstitusi

Dari paparan tersebut forum menyepakati bahwa Gus Dur sangat layak dianugeri gelar pahlawan. “Gus Dur selalu membela kelompok minoritas. Beliau selalu menghargai perbedaan. Beliau layak diberi gelar pahlawan,” ujar Biku Nyana Wirya.

Biku Nyana Wirya, berharap, Pemerintah segera memberikan gelar pahlawan pluralisme itu kepada Gus Dur. Dia beralasan, Gur Dur layak menyandang gelar tersebut karena menurutnya, perjuangannya yang besar dan menonjol untuk kaum minoritas tanpa memandang suku, agama, ras dan budaya.

Do’a bersama lintas agama sendiri sudah mendapat fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor:  3/MUNAS VII/MUI/7/2005 Tentang
DO’A BERSAMA, dalam   Musyawarah Nasional   MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M.

Sedangkan Keputusan Bahtsul Masail al- Diniyah al-Waqi’iyyah Muktamar XXX NU di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, 21-27 Nop. 1999, tentang “Doa Bersama Antar Umat Beragama”

Dasar Pengambilan: (1) Hasyiyah al- Jamal ‘ala Fathil Wahhab Juz V, hlm. 226: Wa’ibaratuhu: walazimanaa man’uhum idhhaarun minkum baynanaa ka-ismaa’ihim iyyaana qaulahum lillaahi tsaalitsu tsalaatsah. (“Menjadi keharusan kita untuk mencegah mereka menampilkan hal tersebut di kalangan kita, semisal mereka memperdengarkan syiar mereka; Allah adalah trinitas.”)

Baca juga:  Jubir Era Presiden Gus Dur Tegaskan Kebijakan Ahok Musuhi Rakyat Kecil

Dasar Pengambilan: (2) Hasyiyah al- Jamal Juz II, hlm. 119: Wa’ibaaratuhu: Laa yajuuzu at-ta’miinu ‘alaa du’aail kaafiri li-annahu ghairu maqbuulin liqaulihi Ta’aalaa: Wa maa du’aaul kafiriina illaa fii dhalaalin. (Dan tidak boleh mengamini doa orang kafir karena doanya tidak diterima dengan firman Allah SWT: Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka” (ar- Ra’du: 14).

Dasar Pengambilan: (3) al-Bujairimi ‘alal Khathib juz IV, hlm. 235: (yang artinya):
“Haram mencintai orang kafir, yakni adanya rasa suka dan kecenderungan hati kepadanya. Sedangkan sekedar bergaul secara lahir saja, hukumnya makruh… adapun bergaul dengan mereka untuk mencegah timbulnya sesuatu mudharat yang tidak diinginkan yang mungkin dilakukan oleh mereka, ataupun mengambil sesuatu manfaat dari pergaulan tersebut, maka hukumnya tidak haram.”

Dasar Pengambilan: (4) Mughnil Muhtaj, Juz I hal. 232, yang juga menegaskan, bahwa haram hukumnya mengamini doa orang-orang kafir, sebab doa orang kafir tidak maqbul. (Wa laa yajuuzu an- yuammina ‘alaa du’aaihim kamaa qaalahu ar-Rauyani li-anna du’aal kaafiri ghairul maqbuuli…).