Zionis Yahudi (Israel) dalam Pusaran Konflik Timur Tengah

Oleh: Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H.

Zionis Yahudi (Israel) memang semenjak dulu ingin membentuk sebuah negara dan termasuk mencaplok wilayah Palestina. Invasi ke wilayah Palestina memiliki tujuan jangka panjang, terkait dengan persiapan menuju peperangan akhir zaman. Begitu kuat keinginannya, mereka selalu berdoa menghadap Yerusalem sebanyak tiga kali sehari, dan sinagoge diarahkan menghadap kota suci tersebut. Alkitab Ibrani, Talmud, dan liturgi harian Yahudi semuanya menekankan pentingnya Tanah Israel. Dalam setiap doa, selalu diakhiri dengan frasa, “Tahun depan di Yerusalem.” Dalam doa pagi harian, orang-orang Yahudi yang taat memohon kepada Tuhan untuk kembali “ke Yerusalem, kota-Mu, dan tinggal di sana seperti yang telah Kau janjikan. … Diberkatilah Engkau, Tuhan, yang membangun kembali Yerusalem”.

Perlu dipahami, bahwa pendirian negara Israel sangat terhubung dengan runtuhnya Kekhalifahan Turki Usmani. Faktor yang paling mendukung dan menyebabkan runtuhnya Kesultanan Turki tersebut adalah gerakan makar dari Freemasonry. Alasan utama Freemasonry untuk meruntuhkan Kekhalifahan Turki Usmani adalah untuk menguasai negeri Palestina yang merupakan daerah kekuasaan Turki Usmani. Daerah ini akan dijadikan negara bagi bangsa Yahudi. Selama Kekhalifahan Turki Usmani masih ada, maka tidak akan mungkin terwujud negara Yahudi (Israel) tersebut.

Berdirinya negara Israel juga tidak dapat dilepaskan dari peranan Inggris melalui Deklarasi Balfour dan dukungan penuh AS. Deklarasi Balfour pada tahun 1917 selama Perang Dunia I, mengumumkan dukungannya terhadap pendirian “rumah nasional bagi bangsa Yahudi” di Palestina yang saat itu. Palestina sendiri merupakan wilayah Utsmaniyah dengan populasi Yahudi minoritas. Melalui gerakan Zionisme, banyak orang-orang Yahudi yang eksodus ke Palestina sejak tahun 1930. Yahudi Zionisme berkehendak merebut Baitul Maqdis dan menjadikan Yerusalem bukan hanya sebagai Ibu Kota Negara, namun sebagai pusat pengendali gerakan Zionisme dan pusat instalasi militer. Isu Holocaust digunakan, agar Yahudi dikasihani dunia internasional. Melalui hak veto yang dimiliki AS dan Inggris di PBB, ambisi mendirikan negara Israel terwujud. Di sisi lain terjadinya konflik di Timur Tengah juga selalu melibatkan kedua negara ini.

Invasi militer dan genosida yang dilakukan Isreal tidak dapat diselesaikan melalui intrumen PBB. Yahudi Zionis tidak akan pernah tunduk pada PBB. Putusan Mahkamah International Court of Justice (ICJ) yang mengatakan bahwa pendudukan Israel di wilayah Palestina yang berlangsung puluhan tahun merupakan perbuatan illegal tidak akan ditaati dan dipatuhi Israel. Sebelumnya, Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tanggal 29 November 1947, mengenai status khusus bagi Kota Yerusalem di bawah pengawasan pemerintahan internasional hanyalah strategi belaka guna penguatan Israel dalam rangka merealisasikan tujuan mereka. Sudah lebih setengah abad tidak pernah ada aksi nyata pengawasan internasional tersebut, yang ada adalah pembiaran atas tindakan militer Israel.

Instrumen hukum internasional sangat sulit menyentuh negara-negara besar. Hukum internasional hanya dapat diterapkan bagi negara-negara kecil saja. Israel tidak akan memperdulikan putusan dari ICJ tersebut, sebab dia didukung oleh AS dan sekutunya. Tidak dapat dipungkiri bahwa ICJ mengandalkan Dewan Keamanan PBB untuk memastikan kepatuhan terhadap keputusannya. Ini proses yang sangat rumit oleh karena realitas geopolitik menunjukkan bahwa dukungan AS terhadap Israel demikian kuat dan penggunaan hak vetonya di Dewan Keamanan sangat menentukan.

Tindakan agresi militer Israel akan semakin memperkeruh konflik di Timur Tengah. Geopolitik Timur Tengah akan semakin memanas, dan ujungnya akan tercipta polarisasi negara-negara, yang mendukung Israel dan menolak tindakan Israel. Kondisi demikian diperparah dengan memanasnya hubungan AS dengan Iran terkait dengan tuduhan pengembangan nuklir Iran. Isu pengembangan nuklir yang menjadi objek konflik antara Iran dan AS, akan menarik negara-negara lainnya. Jika benar Iran berhasil mengembangkan senjata nuklirnya, maka Iran akan memiliki kekuatan militer yang destruktif yang demikian itu akan memengaruhi geopolitik di Timur Tengah. Pada akhinya akan menjadi isu internasional. Demikian itu artinya semakin memperluas konflik, tidak saja berhubungan dengan tindakan agresi Israel atas Palestina, namun perluasan konflik menunjuk pada dua kutub, yakni dunia Barat dan Dunia Timur. Tegasnya konflik antara AS dan Iran akan menciptakan terjadinya Perang Dunia III. Sejalan dengan invasi Israel, maka hipotesis terjadinya Armageddon dengan pusat peperangannya berada di Palestina semakin menunjukkan kebenarannya.

Informasi tentang perang akhir zaman sebagaimana diriwayatkan HR Muslim, bahwa peperangan yang terjadi menunjuk pada empat peperangan, sebagai berikut: “Kalian akan perangi jazirah Arab sehingga Allah menangkan kalian atasnya. Kemudian (kalian perangi) Persia sehingga Allah menangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Ruum sehingga Allah menangkan kalian atasnya. Kemudian kalian perangi Dajjal sehingga Allah menangkan kalian atasnya.” Perang menghadapi Dajjal dalam hadits tersebut diinformasikan terakhir. Adapun lokasi peperangan menunjuk wilayah Syam, yakni Suria saat ini. Sementara itu, pengikut Dajjal dalam hadits yang lain, disebutkan bahwa “Dajjal diikuti Yahudi Ashbahan sebanyak 70 ribu orang”. Sebagai catatan, American Jewish Committee (AJC) mengungkapkan sekitar 7 juta orang Yahudi tinggal di Israel, yang merupakan komunitas Yahudi terbesar di dunia dan hampir setengah dari populasi Yahudi di seluruh dunia. Adapun jumlah populasi Yahudi di Iran menurut sensus Iran tahun 2016 berjumlah 9.826 orang.

Diketahui pula bahwa Ashbahan atau Isfahan adalah kota terbesar Yahudi di Iran. Daerah itu ditengarai sebagai pusat pembangkit nuklir Iran pada masa kini. Menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa pengikut Dajjal pada saat itu disebut diikuti oleh Yahudi Ashbahan, yang notabene menunjuk pada suatu lokasi. Sungguh panjang bacaan dan analisa tentang perang akhir zaman, namun dapat kita katakan bahwa Yahudi Ashbahan adalah para keturunan Zionis Yahudi sekarang ini. Dengan demikian, angka pengikut Dajjal tersebut mengkonfirmasi kepada kita bahwa Yahudi Ashbahan itu adalah generasi akhir Zionis Yahudi yang saat ini dikendalikan oleh Israel. Zionis Yahudi saat ini dan Yahudi Ashbahan yang akan datang merupakan satu pendirian dan keyakinan, sama-sama menginginkan penghapusan negara-negara, penghapusan agama-agama dan mereka menuhankan Dajjal.

Jakarta, 27 Juli 2024.