Kecurangan Pemilu 2024 Semoga Bisa Digagalkan

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Rezim Jokowi sungguh-sungguh ingin berbuat curang dengan segala daya dan cara. Nyaman dengan kecurangan di Pilpres 2014 dan 2019, di tahun 2024 akan diulanginya lagi. Berbagai temuan mengindikasikan akan terulangnya kecurangan di Pemilu 2024. Kecurangannya sangat terstruktur, sistematis dan masif. Sepertinya semua taktik kecurangan itu sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya dan sangat detail.

Selain adanya DPT siluman yang mencapai 52 juta pemilih (DPS), kecurangan itu hampir terjadi di setiap lini. Sepertinya Jokowi memang orang yang tidak beragama, kalau pun beragama tidak punya iman, karena orang beriman tidak akan curang dan terjerumus berulang kali di lubang yang sama.

Kata Nabi saw :
Laa yasriku assaariku hiina yasriki wahuwa mu’minun (tidak ada Pencuri ketika dia sedang mencuri adalah seorang beriman)

Laa yuldaghul-mu’min ini juhrin waahidin marratain (Seorang mukmin tidak boleh jatuh ke satu lubang dua kali). (HR. Bukhari dan Muslim).

Berbeda modus kecurangan tahun 2019 yang sangat mengerikan karena sekitar 894 petugas KPPS meninggal misterius dan lebih dari 5000 orang saki ,misterius, Tahun 2024, modusnya akan sedikit berbeda.

Ada 10 lini yang diprediksi sebagai modus kecurangan :

Pertama, Penggunaan Kotak kardus

Kotak kardus sangat tidak aman dan rentan rusak dan disobek. Memang aneh, di era serba canggih tapi untuk menyimpan rahasia negara hanya cukup dengan bahan kardus. Kalau bukan ada niat berbuat curang penggunaan kotak kardus sangat tidak logis dan tidak layak. Pengalaman tahun 2019 kotak kardus banyak rusak karena terkena air (baik air hujan atau aliran sungai), mudah dirobek, ditukar, atau dibakar untuk tujuan sabitase.

Kedua, Penggelembungan DPT

Sudah dapat ditebak kalau salah satu modus utama kecurangan adalah penggelembungan Daftar Pemilih (DPS menjadi DPT). Sering disebut *pemilih siluman* Trik modus ini antara lain : memasukkan pemilih non-WNI (utamanya WNA China), pemilih ganda (satu orang ada yang punya 3 KTP), pemilih anak-anak, pemilih di atas 100 tahun (jumlah banyak), pemilih yang sudah meninggal, pemilih tanpa identitas, dan pemilih bohong

Baca juga:  Pemilu 2024, Antara Harapan dan Beban Masalah

Ketiga, Format C1 yang audah tercoblos

Pengalaman tahun 2019 format C1 yang sudah tercoblos jumlahnya sangat banyak, dan ketika ada saksi yang protes tidak pernah ditanggapi panitia, termasuk kejadian di TPS-TPS Luar Negeri. Panitia yang telah “dibeli” menyusupkan format-format C1 yang sudah tercoblos paslon tertentu (yang disimpan di tempat tertentu) lalu digabungkan dengan format C1 asli.

Keempat, Panitia yang Mencoblos

Ada kejadian nyata di pemilu 2019 yang terekam kamera panitia yang mencoblos calon tertentu. Ini bisa terjadi bila banyak dpt yang tidak bertuan, atau pemilih yang tidak mampu mencoblos sendiri.

Kelima, Penukaran format C1

Pada prakteknya, dengan penggunaan kotak kardus yang mudah dibobok dan ditukar (dengan kotak yang lain), sangat mungkin terjadinya penukaran dan penggantian kotak suara atau format C1 selama dalam proses penghantaran. Ada beberapa titik rawan penggantian kotak suara/format C1 : di kantor desa, kantor kecamatan, dan di propinsi.

Keenam, Terjadinya serangan fajar Intimidasi pemilih dari aparat

Sebelum pencpblosan banyak terjadinya “serangan” fajar dengan pemberian amplop isi, sedangkan pada waktu pencoblosan dikhawatirkan ada upaya intimidasi dari aparat (TNI-POLRI). Terutama setelah dibentuknya *Polisi RW*, kita patut curiga salah satu fungsinya adalah pengkondisian pemilih agar mencoblos partai tertentu

Ketujuh, Permainan utak-atik data di komputer KPU

Tahun 2019 permainan utak-atik data di KPU sangat mencolok. Jika data tidak orisinil dan sudah diutak-atik akan tampak dari : 1. Data tidak masuk secara otomatis, tapi menunggu waktu yang cukup lama untuk ditampilkan; 2. Akan terjadi insinkronisasi antara data yang satu dengan data yang lain, antar data dari sumber aslinya dengan data yang telah diolah; 3. Perhitungan yang tidak logis dan ngacau; 4. Tidak transparan; 5. Tidak boleh di- crosscheck oleh tim pengawas/pemeriksa independen; 6. Diumumkannya di saat rakyat sedang tertidur lelap (takut terbongkar dan ada penggugatan langsung)

Baca juga:  Membaca Suasana Kebatinan Militer yang Risau pada Pemilu 2024

Kedelapan, Tampilan perhitungan quick qount di layar media TV-TV mainstrem/online yang sudah disetting/dibalik

Tahun 2019 hanya ada 2 paslon, masih bisa dibolak-balik. Semula para pejabat rezim yang sedang menyaksikan perhitungan langsung dari berbagai daerah, sudah sangat gelisah, sedih dan semuanya berwajah murung, karena yang ditampilkan di TV : Paslon 1 (Jokowi-Ma’ruf) 46 % dan Paslon 2 (Prabowo-Sandi) 54%. Penyiar dengan suara mantap melaporkan apa adabya. Lho, tiba-tiba tampilannya jadi berubah (terbalik( : Paslon 1 (Jokowi-Ma’ruf) 56 % dan Paslon 2 (Prabowo-Sandi) 46 %. Penyiar pun sontak gelagapan. Itu yang sebenarnya terjadi di 2019. Saya yakin Surya Paloh (Metro TV) tahu kejadian ini dan masih menyimpan dokumennya.

Kesembilan, Tipu-tipu dari lembaga survey (pelacur)

Semua lembaga survey bayaran rezim secara –
koor melaporkan hasil survey yang memenangkan Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Seolah kemenangan Jokowi-Ma’ruf benar adanya. Seluruh rakyat Indonesia telah dikibuli oleh rezim Jokowi.

Kesepuluh, KPU telah berdusta dan berkhianat menetapkan kemenangan Jokowi-Ma,ruf

Selain KPU telah berdusta dan berkhianat menetapkan kemenangan Jokowi-Ma,ruf, MK juga menolak ajuan gugatan pihak yang dicurangi (tahun 2919 pihak Prabowo-Sandi) dan tetao memenangkan yang kalah (Jokowi-Ma’ruf).

Itulah Indonesia di bawah rezim Jokowi, rezim pendusta, zalim, kejam, dan otoriter. Dengan kejadian seperti itu, Anda masih mau mendukung capres yang di- _endorse_ Jokowi ? Ayo gunakan akal sehat dan hati nuranimu, karena pilihanmu harus dipertanggungjawabkan di akhirat.

Insya Allah, dengan kuasa Allah semua skenario kecurangan akan digagalkan (Allah melalui orang-orang yang jujur dan ahli IT). Semoga.

Bandung, 28 Dzulqa’dah 1444