Pembebasan Abu Bakar Ba’asyir Batal, Lieus Sungkharisma: Penegakan Hukum Pemerintahan Jokowi Selalu Bikin Gaduh

Setelah upaya kriminalisasi terhadap Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Shihab, untuk kedua kalinya Presiden Jokowi kembali menggecoh dan mempermainkan perasaan Umat Islam terkait batalnya pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dari tahanan setelah menjalani 2/3 masa hukumannya.

“Ini bukan soal main-main. Ini menyangkut upaya penegakan hukum,” ujar koordinator Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma. Apalagi, tambah Lieus, kali ini korbannya adalah ulama kharismatik, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.

Sebagaimana disampaikan penasehat hukum Presiden Jokowi, Yusril Ihza Mahendra pada pers, Ustadz Abu dikabarkan akan segera bebas dari ruang tahanan karena berbagai pertimbangan. Selain sudah menjalani 2/3 masa hukumannya, usianya pun sudah sepuh dan faktor kesehatan yang menurun.

Namun belakangan rencana pembebasan itu ditinjau ulang dan besar kemungkinan terancam batal. Pasalnya banyak pro kontra yang muncul, terutama menyangkut persyaratan yang diajukan pemerintah.

Kabar pembatalan itu, tentu saja membuat banyak pihak kecewa. Tak terkecuali Lieus Sungkharisma. Yusril, kata Lieus, tidak bisa mengelak dari tanggungjawab menyangkut pembebasan ustadz Abu karena pemberitaan itu telah dia sampaikan ke publik.

“Tentu saja keluarga, jama’ah serta simpatisan ustadz Abu sudah bersiap menyambut pembebasan beliau,” katanya.

Kalau sekarang ternyata pembebasan itu dibatalkan pemerintah, tambah Lieus, sebagai penasihat hukum pribadi Presiden Joko Widodo sekaligus orang yang pertama menyampaikan soal pembebasan tersebut, Yusril tak bisa lepas tangan begitu saja, apalagi dengan menyebut yang penting tugas dari presiden sudah saya laksanakan.

“Kok enteng banget. Padahal yang dipertaruhkan itu nasib seorang ulama yang sudah sepuh dan sakit-sakitan,” tambah Lieus, kesal.

Memang rencana pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dari penjara sebagaimana yang disampaikan Yusril, kontan saja mengundang kontroversi.

Ironisnya Yusril, dalam siaran persnya kepada wartawan dengan enteng mengatakan; “Yang penting bagi saya adalah tugas yang diberikan Presiden sudah saya laksanakan. Bahwa kemudian ada perkembangan dan kebijakan baru dari pemerintah, maka saya kembalikan segala sesuatunya kepada pemerintah.”

Jawaban Yusril itulah, kata Lieus, yang membuat banyak orang beranggapan Yusril tidak sepenuh hati melakukan upaya pembebasan Ustadz Abu.

“Kesan yang muncul di masyarakat, apa yang dilakukan Yusril atas nama pemerintah itu bukan semata-mata demi penegakan hukum, tapi lebih demi pencitraan politik,” kata Lieus.

“Kesannya upaya pembebasan ustadz Abu itu sekedar ujicoba saja untuk menarik simpati umat Islam. Kalau ternyata tidak ada yang kontra, ya dilanjutkan pembebasannya. Bila ternyata menimbulkan pro kontra seperti saat ini, ya, ditinjau ulang saja. Sesimpel itu,” jelas Lieus.

Padahal, tambah Lieus, dampak yang ditimbulkan dari upaya penegakan hukum yang coba-coba ini, tidak sesederhana itu.

“Umat Islam pasti akan semakin kesal dan marah dengan ketidaktegasan presiden Jokowi dalam menjalankan aturan hukum dan perundang-undangan. Apalagi yang sering menjadi korban dari ketidaktegasan itu adalah para pemimpin umat,” kata Lieus.

Terlepas dari berbagai persyaratan yang katanya dibutuhkan dalam upaya pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir tersebut, Lieus menilai instruksi presiden Jokowi pada Yusril yang kemudian dengan cepat mengumumkan pembebasan Ustadz Abu kepada publik, sangat terlalu prematur.

“Hal ini pasti akan menimbulkan ekses tidak baik,” kata Lieus sembari mengingatkan pemerintah untuk tidak marah bila nanti umat Islam kembali bergerak karena merasa para pemimpinnya terus-menerus dipermainkan secara hukum.