Tak Tengahi NU vs Muhammadiyah Kasus FDS, Jokowi Jalankan Politik Belah Bambu

NU dan Muhammadiyah (IST)
NU dan Muhammadiyah (IST)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlihat melakukan adu domba NU dengan Muhammadiyah dalam kasus kebijakan lima hari sekolah atau full day school (FDS).

“Kasus FDS sudah memunculkan permusuhan NU dan Muhammadiyah. Padahal pokok persoalannya ada di Jokowi,” kata pengamat politik Muhammad Huda kepada suaranasional, Kamis (10/8).

Kata Huda, Rezim Jokowi sengaja memunculkan kegaduhan dua ormas besar agar kasus-kasus besar tertutupi. “Kasus Freeport, Novel tertutupi polemik NU dan Muhammadiyah kasus FSD,” ungkap Huda.

Huda mengatakan, sebelumnya NU diangkat untuk menghadapi Muhammadiyah yang kritis terhadap kasus Ahok. “Tetapi secara organisasi Muhammadiyah tetap netral dan hanya kader-kadernya yang berunjuk rasa minta keadilan kasus Ahok,” jelas Huda.

Kata Huda, internal Muhammadiyah pernah diobok-obok dengan munculnya perbedaan dalam menyakapi kasus Ahok dengan dimunculkan sosok Buya Syafi’i Ma’arif.

Menurut Huda, PBNU yang menginstruksikan kader-kadernya berunjuk rasa menolak FDS justru menunjukkan NU secara organisasi ikut permainan Jokowi.

“Harusnya tidak perlu unjuk rasa, tetapi menggalang kekuatan di DPR untuk menolak kebijakan FDS,” pungkas Huda.

PBNU menginstruksikan kepada seluruh pengurus lembaga dan badan otonom Nadhlatul Ulama (NU) untuk melakukan unjuk rasa terkait kebijakan lima hari sekolah atau full day school (FDS).

Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini menegaskan bahwa Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 sama sekali tidak menyinggung secara serius implementasi penguatan pendidikan karakter sebagaimana yang dikampanyekan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

“Konsentrasi kebijakan tersebut malah cenderung terfokus mengatur kebijakan soal jam sekolah. Penguatan karakter tidak bisa secara serta merta disamakan dengan penambahan jam belajar,” kata Helmy lewat keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (9/8).

Baca juga:  Aktivis Malari 1974: Tuduhan Aksi 212 Makar dan Bayaran Sangat Keterlaluan