Wartawan Senior Bongkar Strategi Licik Survei Terakhir KOMPAS Menangkan Ahok

Ahok-Djarot (IST)
Ahok-Djarot (IST)Ahok, Djarot

Media massa KOMPAS merilis survei pada Februari 2017 jelang pencoblosan dengan memenangkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bagian pencitraan menaikkan suara mantan Bupati Belitung itu.

“KOMPAS memang harus seperti itu. Desember menangkan AHY tapi pada tahap akhir dia harus menangkan Ahoak. Ini khas,” kata wartawan senior Edy A Effendi di akun Twitter-nya @eae18.

Kata mantan wartawan Media Indonesia ini, hasil survei KOMPAS 28 Januari-4 Februari 2017 bahwa pemilih Ahok mengalami peningkatan.

“Soal survei KOMPAS, Januari saya sudah tulis soal realitas bawah yang masih banyak pilih Ahoak terkait pencitraan di media massa,” papar Edy.

Baca juga:  Tak Bisa Dikenai Hukum Positif, Ahok Lolos Jerat Hukum dan Bareskrim Provokasi Umat Islam

Selain itu, kata Edy, pasa akhir jabatan SBY, KOMPAS melakukan kritik keras terhadap Presiden Indonesia keenam.

“Betapa kuatnya KOMPAS pada akhir jabatan SBY lakukan kritik keras. Pas SBY berkuasa, dia memiih aman. Ini pun akan terjadi pada Jokowi,” paparnya.

Edy mengatakan, nasib Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bisa seperti Prabowo Subianto yang kalah di Pilpres 2014.

“Sudah diingatkan berkali-kali, nasib AHY bisa seperti Prabowo. Pas kampanye ramai sekali. Di hitungan akhir bisa anjlok,” kata Edy.

Litbang KOMPAS melakukan survei untuk melihat preferensi publik pada Pilkada DKI Jakarta pada 28 Januari-4 Februari 2017. Hasil survei menunjukkan bahwa cagub-cawagub nomor pemilihan satu DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni memiliki elektabilitas 28,2 persen.

Baca juga:  Rezim Jokowi Berhasil Kooptasi MUI Pusat

Kemudian, elektabilitas cagub-cawagub nomor pemilihan dua Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat sebesar 36,2 persen, dan pasangan nomor pemilihan tiga Anies Baswedan-Sandiaga Uno memiliki elektabilitas 28,5 persen.

Sementara itu, responden yang belum menentukan pilihannya (undecided voters) sebanyak 7,1 persen.


1 comment

  1. Kepada Yth Pak AHOK,

    Menjelang Pilkada 15/2, Pak AHOK bisa menang satu puteran. Itu berarti mayoritas warga Jakarta memilih dan suka Pak AHOK.

    Kalau diperlukan dua puteran, berarti pada puteran petama mayoritas warga Jakarta tidak memilh dan tak suka pak AHOK.

    Kalau mayoritas warga Jakarta tak ingin pilih pak AHOK, buat apa Pak AHOK bertahan sebagai gubernur?

    Andaikan di puteran kedua pak AHOK mengalahkan lawannya, tetap faktanya jelas, bahwa mayoritas warga Jakarta tak memilih/tak suka Pak AHOK. Tidak ada alasan kuat bagi Pak AHOK untuk tetap bercokol sebagai gubernur di Jakarta.

    Memang, Pak AHOK merupakan gubernur formidabel (yang terhebat dari yang hebat), fenomenal (luar biasa), fantastik (di luar imajinasi), futuristic (bervisi ke depan) dan unik (tiada duanya). Namun, Pak AHOK dituduh sebagai penoda yang memusuhi Islam (hal mana ngawur luar biasa dan kebangeten), serta ratusan ribu demonstran dikerahkan untuk menuntut Pak AHOK dipenjarakan, digantung dan dibunuh. Tempat tinggalnya digerudug dan dilempari batu para demonstran. Jikalau istri dan anak-anaknya ketakutan, was-was, khawatir menjadi korban pelecehan dan kekerasan, dibayang-bayangi individu fanatik, buas yang berkeliaran bebas, apakah Pak AHOK harus memilih bertahan demi pembangunan Jakarta baru dan maju?

    Sekalipun kami dan kebanyakan orang dengan pikiran yang wajar dan waras, menyayangi Pak AHOK, sekalipun menang, kami merelakan beliau memilih tempat tinggal di mana saja di mana bakat-bakatnya yang eksepsional itu , bisa beliau sumbangkan untuk masyarakat sekitarnya yang lebih tertib dan damai. Tuhan Yang murah hati akan menentukan tempat yang paling kondusif bagi Pak AHOK sekeluarga. Sebab, Pak AHOK orangnya religious dan dekat dengan Tuhan.. Amin.

    Dr Muherman (85) dan Ibu Lissa Harun (80)

Comments are closed.