Media Mainstream Manipulasi Artikel Bloomberg untuk Puji Jokowi, Istana Diam Saja

Rapor para pemimpin Asia-Australia versi Bloomberg (IST)
Rapor para pemimpin Asia-Australia versi Bloomberg (IST)

Media mainstream nasional yang memanipulasi artikel Bloomberg dengan judul “Presiden Jokowi pemimpin terbaik Asia-Australia 2016” hanya bohong belaka.

“Media mainstream pun ikut mengabarkan hoax dengan memanipulasi artikel Bloomberg yang berjudul “Who’s Had the Worst Year?” dan media mainstream di Indonesia memanipulasi dengan judul Jokowi pemimpin terbaik Asia-Australia 2016,” kata pengamat politik Muhammad Huda kepada suaranasional, Selasa (3/1).

Kata Huda, Istana pun hanya diam saja ketika berita hoax dan manipulasi dengan memuji Presiden Jokowi. “Kalau hoax untuk memuji Jokowi akan dibiarkan saja. Dan ini saja pembodohan terhadap rakyat,” jelas Huda.

Menurut Huda, harusnya Istana memberikan klarifikasi atas manipulasi media mainstream atas artikel dari Bloomberg. “Juru bicara Presiden Jokowi, Johan Budi bisa memberikan klarifikasi atas berita Bloomberg tersebut agar rakyat tidak dibodohi,” jelas Huda.

Seorang netizen yang cukup aktif di dunia maya, Canny Watae membongkar manipulasi media mainstream Indonesia yang mengambil artikel dari Bloomberg. Media mainstream itu memberikan judul Presiden Jokowi terbaik di Asia Pasifik.

Namun, Canny Watae menemukan artikel dari Bloomberg dengan judul “Who’s Had the Worst Year?”.

“Jadi, sama sekali tidak ada nobat-nobatan bersubyek “terbaik” pada artikel itu. Atau, sebagai hadiah hiburan belaka, dapat saja dikatakan “Siapa yang terbaik di antara yang terburuk,” tulis Canny.

Menurut Canny, terjadi semacam pembelokan makna yang dilakukan para pekabar medsos , dan sejumlah media (baik yang media berbadan hukum maupun “media” garapan personal).

“Khusus bagi para pekabar personal, kelihatan sekali bagai mendapat setitik air di tengah kegersangan catatan pemenuhan janji-janji kampanye Joko Widodo,” ungkapnya.

Kata Canny dalam artikel Bloomberg juga disebutkan aproval rating untuk para pemimpin di kawasan Asia Pasifik.

“Sebagai catatan, angka 69℅ bukanlah yang terbaik. Ada Presiden Filipina dan Presiden India yang memiliki approval di atas 80℅,” pungkas Canny.